Bila hati yang bicara, akankah bisa terungkap dengan kata-kata? Yang ada adalah tangan dan kaki yang mewakili bicaranya hati. Kemudian, sekarang hati siapakah yang bicara itu?
Seusai dengan tak sengaja mendengarkan suatu liputan berita di televisi, barulah ini dapat menyimpulkan bahwa sesungguhnya tiap insan rindu akan kesucian dan tak pernah mau dengan sengaja melakukan perbuatan tercela.
Sebuah liputan, yang bercerita tentang sebuah kawasan lokalisasi di daerah Surabaya. Entah pula, kawasan yang dimaksud adalah kawasan paling terkenal se-Asia Tenggara itu atau bukan. Di situ diceritakan bahwa penduduk lokalisasi, saat ini sudah menurun sebanyak 30% daripada tahun-tahun sebelumnya. Masyarakat setempat mengakui bahwa mereka kerapkali mendekati para PSK itu dengan perlahan. Walhasil, saat ini sudah berkurang sebanyak 30%, suatu peningkatan yang patut kita syukuri bahkan sekecil apapun angkanya.
Tak pernah ada wanita yang menjadikan “pelacur” sebagai cita-cita hidupnya. Kebanyakan mereka melakoni sandiwara demikian adalah karena terpaksa atau karena sebelumnya sudah dijerumuskan terlebih dahulu oleh orang yang tega berbuat jahat pada mereka. Tapi pernahkah, ketika kita punya adik kecil atau kerabat dan tetangga kita yang masih usia SD, ada yang bercita-cita menjadi penjaja cinta? Saya yakin dengan sangat pasti, tidak akan ada hati dan akal sehat yang menginginkan demikian.
Yang sekarang sedang menjalani sandiwara seperti itu, yakinlah bahwa di hatinya selalu ada secercah kerinduan untuk kembali menjalani hidup seperti manusia biasa lainnya. Nuraninya tak pernah mau dan tak pernah mengijinkannya untuk berbuat seperti itu. Ikutilah kemauan hati untuk selalu berhasrat beribadah dan semakin mendekat padaNya. Ya, itulah fitrah bagi yang namanya manusia.
Dan bukan hanya "penjaja cinta" yang memiliki fitrah demikian. Seorang penjaja cinta adalah seorang manusia, dan tengoklah kita pun sama manusianya dengan mereka. Kita pun memiliki fitrah itu kawan. :)
Ya Arhamarrahimin... Penuhilah lagi hati-hati kami ini dengan kasih sayangMu, sebagaimana Engkau yang bisa menguatkan iman di hati kami, kami pun tak akan bisa berbuat apa-apa tanpa campur tangan dariMu. Tolong temani dan beri kekuatan pada kami untuk bisa selalu ingin lebih dekat lagi denganMu, amin...
Oleh: Rosa Rahmania (Profile)
Ungkapan Mutiara
Sabtu, 30 April 2011
Bicaranya Hati
Kamis, 28 April 2011
Kesiapan itu Harus Dilatih
Rabu, 27 April 2010. 11:12 AM
“Saya tidak mengatakan ini salah, saya pun juga tidak menyalahkanmu, hanya saja ini tidak tepat. Saya hanya butuh waktu. Bersabarlah sejenak!!! Jika memang dirasa sudah tidak sanggup, ikhlaskan saja semuanya, ini bagian dari kisah kehidupan yang harus disyukuri. Namun jika dirasa sanggup 'MONGGO', sekali lagi ikatan ini bukanlah ikatan yang disyahkan jadi sewatu-waktu jika mau mundur silahkan dan ikhlaskan” Send Muslih.
Penggalan SMS yang saya layangkan untuk seseorang yang selama 5 tahun ini menunggu saya membuat saya berpikir berulang kali pagi ini untuk mengirimnya. Tepatnya semenjak 2005 silam, dia mencoba mengajak saya untuk menjalani hubungan yang menurut saya tidak jelas statusnya. Waktu itu saya hanya menawarkan dia untuk mendatangi langsung orang tua saya dan dia mengiyakan itu. Persis seperti yang dia katakan pada saya bahwa katanya dia tertarik pada saya dan kelak akan menikahi saya, begitu juga dengan apa yang dia katakan pada Bapak dan Ibu saya satu bulan setelah dia menerima tantangan saya.
“Biarkanlah berjalan apa adanya, maaf saya masih belum siap jika saat ini harus menikah” Ujar saya 3 tahun lalu saat dia mencoba untuk mengajak nikah.
“Beri aku alasan konkrit Din kenapa belum siap?” Tanyanya
“Hmmmm… entahlah hanya saja saya belum siap untuk meninggalkan orang tua saya begitu cepat sedang saya belum melakukan sesuatu yang membuat Bapak-Ibu bahagia” Saya yakin ini alasan paling jitu untuk membuatnya diam bertanya.
“Setelah menikah aku gak akan menghalangimu untuk mencapai rencana hidupmu dan aku juga gak akan menghalangimu untuk meneruskan pendidikan kejenjang yang lebih tinggi”
“Mus…. Saya mohon beri saya waktu. Jika kamu sabar insya Allah saya gak akan ke mana” Saya memang selalu cerdas untuk membuatnya diam. ^_^
Terakhir kalinya dia mengajak saya menikah 3 tahun lalu, awal tahun 2009. Hampir setiap bulan setelah proses menyatakan sukanya tahun 2005 pertengah bulan, dia selalu menanyakan kesiapan saya menikah dengannya, dan kadang saya tak meresponnya karena saya yakin dia paham jawaban saya yang tidak pernah berubah. Pernah suatu saat dia mendatangi saya ke rumah kos saya yang hanya ingin melihat respon saya saat menolak diajak menikah, padahal jarak tempat tinggal kami tidak kurang dari 12 jam.
“Din... apa setelah aku ke sini kamu akan bersedia?”
“Mus... saya akan menjawabnya jika saya benar-benar siap”
“Sebenarnya apa yang kamu tunggu Din?”
“Saya hanya ingin membangun rumah tangga dengan kesiapan saya Mus, siap secara lahir dan batin. Bagi saya pernikahan adalah janji suci saya pada Allah yang disaksikan oleh banyak orang, mana mungkin separuh agama yang ingin saya sempurnakan ditaruh dengan ketidaksiapan saya?”
“Tapi Din…”
“Jika kamu masih bersabar insya Allah saya akan datang, tapi jika sudah tidak sanggup lagi apa saya berhak menghalangimu untuk pergi?”
“Hmmmm… Baiklah dengan itu kamu sebenarnya masih ingin aku tunggu Din”
Hingga 2011 datang dan studi sarjana saya selesai, dia kembali nekat mendatangi orang tua saya di rumah. Kali ini dia didampingi oleh kakak tertuanya dan adik bungsuhnya. Bapak dan Ibu saya memang sudah sejak awal menaruh hati pada pria ini bahkan sejak awal tidak pernah melarang saya jika saya menikah dengannya. Menurut Bapak dan Ibu, pria ini santun dan bertanggung jawab, entah tau dari mana padahal baru beberapa kali berinteraksi secara langsung. Bisa jadi apa yang dia tonjolkan di depan Bapak dan Ibu hanya ingin mencari perhatian saja. Atau mungkin sifatnya hanya sementara karena ingin mengambil hati Bapak dan Ibu. Saya sedikitpun tidak terpengaruh dengan itu.
“Nak, bagaimana keputusanmu?” Tanya ibu setelah itu.
“Bu, bukannya Ibu tau kalau Dina belum siap hingga saat ini”
“Din, usiamu sudah cukup untuk melangkah kejenjang berikutnya, Bapak-Ibu ridha untuk itu, dia pria baik” Bapak angkat bicara kali ini.
“Iya Din, apa yang kamu tunggu sebenarnya? Bukankah dia sudah 5 tahun menunggumu?” Tanya ibu lagi
“Dina tidak pernah menyuruhnya menunggu Bu”
“Nak, laki-laki itu jika ditolak terus menerus akan merasa penasaran. Apalagi jika alasan yang diberikan menurutnya tidak masuk akal. Sekarang alasan apa lagi yang akan kamu berikan din? Tidak siap lagi?” Bapakku mulai merayuku.
“Bagi Ibu dan Bapak gelar sarjanamu sudah cukup, bukankah dia juga menawarkanmu posisi di yayasannya setelah kamu menikah dengan dia kelak?” Kata ibu.
“Ingat lho ya Din, perempuan itu kalau sendirian lebih baik dijaga oleh Mahramnya dari pada sendirian ke mana-mana” Bapak menambahkan lagi.
Ya Allah kenapa hingga saat ini sepertinya berat jika harus menikah. Saya benar-benar tidak siap. Entah kenapa. Bukan saya tidak tertarik pada pria itu, bahkan jika dicari celanya saya nyaris tidak menemukannya. Sejak awal dia memang lelaki santun yang dikenal di Pesantren saya. Apalagi beberapa kali dia menjadi ketua Pondok yang dipercayai banyak orang, terlebih guru-guru kami. Selepas dari pesantren dia melanjutkan studi di sebuah perguruan tinggi Al-Quran dan langsung menjadi salah satu pengajar di sana selepas kuliah. Ukuran IQ-nya sungguh tidak ada yang meragukannya lagi.
Ya Allah apa ketidaksiapan ini hanya karena dia jauh lebih sempurna dari pria-pria yang lain? Tapi bukankah setiap manusia memiliki kekurangan? Tapi saya benar-benar jauh lebih kecil dibanding dia. Dia pintar dalam urusan al-Quran, sedang saya bisa mengaji saja al-hamdulillah. Dia pria terpandang di mata masyarakat tempat tinggalnya karena keahliannya dalam bersosialisasi, sedang saya hanya wanita rumahan yang kadang tidak kenal siapa-siapa di kampung saya. Bahkan mungkin piagam penghargaan berjejer di tembok rumahnya, sedang saya bisa melanjtkan pendidikan saja sudah sangat luar biasa.
Solli wasallim ya Robbi ‘ala nabiy sayyidina, dering ponsel yang dibawakan oleh Sulis berbunyi tanda pesan masuk, ah dini hari siapakah yang mengganggu konsentrasi saya.
Pesan Masuk dari Muslih. “Din, mudah-mudahan ikhtiarmu dimudahkan untuk menjawab tawaranku tempo hari”
Balas. “Amin”. Send Muslih
Solli wasallim ya Robbi ‘ala nabiy sayyidina. Pesan masuk dari Muslih. “Amin. Banyak-banyak istighfar Din”
Balas. “Makasih, inysa Allah. Boleh saya nanya sesuatu?”. Send Muslih
Solli wasallim ya Robbi ‘ala nabiy sayyidina. Pesan masuk dari Muslih. “Silahkan”
Balas. “Kenapa kamu memilih saya?”. Send Muslih.
Solli wasallim ya Robbi ‘ala nabiy sayyidina. Pesan masuk Muslih. “Din, setiap orang berhak memilih siapa yang kelak akan mendampingi hidupnya. Aku memilihmu karena aku ingin kamu”
Balas. “Maksudnya?”. Send Muslih.
Solli wasallim ya Robbi ‘ala nabiy sayyidina. Pesan masuk dari Muslih. “Aku butuh kamu untuk mengarungi kehidupan selanjutnya, bukan karena aku tidak mencoba mencari selain kamu Din, sempat beberapa kali aku mencoba tapi aku butuh kamu”
Balas. “Butuh untuk apa”. Send Muslih
Solli wasallim ya Robbi ‘ala nabiy sayyidina. Pesan masuk dari Muslih. “Karena aku yakin kelak keturunanku akan seperti kamu. Aku butuh karena keturunanku Din. Jika kau mengiyakan menikah denganku maka kamu akan tau jawaban sebenarnya Din”
Balas. “Aku belum siap Mus”. Send Muslih.
Solli wasallim ya Robbi ‘ala nabiy sayyidina. Pesan masuk dari Muslih. “Siap itu masalah ikhtiar Din. Aku yakin selama ini kamu belum mencoba untuk siap. Aku yakin kamu memang tidak pernah mempersiapkan untuk menyambut peluang menikah denganku Din. Aku bahkan yakin urusan tawaran menikah menjadi urusan terbelakang bagimu selama ini Din. Kesiapan itu proses yang harus dipupuk sejak awal Din. Seperti kita hendak sekolah, bahwa sebelum sekolah kita harus mempersiapkan seragam, buku, alat tulis, sepatu dan sebagainya. Jika kita tidak siap semua itu maka kita tidak bisa sekolah karena jika memaksa maka di sekolah akan terhambat menerima pelajaran guru. Sama dengan pernikahan din. Mulanya kita harus meimliki persepsi positif terhadap konsep pernikahan, setelah itu perlahan kita ikhtiar mencari calon pendamping hidup dengan membuka diri terhadap siapa saja yang ingin”
Balas. “Terimakasih Mus”. Send Muslih
Solli wasallim ya Robbi ‘ala nabiy sayyidina. Pesan masuk dari Muslih. “Lalu kapan aku bisa menerima jawabanmu”
Sengaja kugantungkan begitu saja pesan terakhir dari Muslih. Air yang keluar dari mata begitu deras. Benarkah saya tidak mencari kesiapan itu? Lalu apakah selama ini saya mendzalimi Muslih dengan jawaban saya yang menggantung? Ya Allah.
Satu bulan kemudian. Rabu, 27 April 2010. 11:12 AM.
Innalillahi wa inna ilaii roji’un, Ibu saya pulang selamanya menghadap yang maha agung. Tidak sempat saya memberi tau kesiapan saya untuk menikah, Ibu kecelakaan tabrak lari di depan stasiun setelah pulang dari berjualan. Tujuh hari di ICU tidak membuat Ibu stabil dan saya sangat kehilangan.
Solli wasallim ya Robbi ‘ala nabiy sayyidina, Pesan masuk dari Muslih. “Din, adakah kamu sudah mepersiapkan jawabannya?”
Balas. “Mus, tidak bisakah menunggu beberapa hari lagi?”. Send Muslih.
Solli wasallim ya Robbi ‘ala nabiy sayyidina, Pesan masuk dari Muslih. “Apa saya salah memintamu menjawab sekarang Din? Apa karena Ibu pergi kamu semakin mengulur waktu Din? Kamu sudah lama membuatku menunggu”
Balas. “Saya tidak mengatakan ini salah, sayapun juga tidak menyalahkanmu, hanya saja ini tidak tepat. Saya hanya butuh waktu. Bersabarlah sejenak !!! Jika memang dirasa sudah tidak sanggup ikhlaskan saja semuanya, ini bagian dari kisah kehidupan yang harus disyukuri. Namun jika dirasa sanggup "MONGGO", sekali lagi ikatan ini bukanlah ikatan yang disyahkan jadi sewatu-waktu jika mau mundur silahkan dan ikhlaskan. Seperti yang kamu bilang waktu itu, persiapan itu harus kita latih begitu juga dengan kesiapan menerima keputusan ini Mus, kita harus melatihnya”. Send Muslih.
*Terispirasi dari kisah seorang sahabat yang bertahun-tahun lamanya menunggu jawaban seorang wanita yang sedang menjalani studi di luar negri dan akhirnya hingga kini sahabat saya masih menunggu jawaban itu. Bagi siapa saja yang mengalami kisah serupa dengan diatas, atau agak mirip atau mungkin lagi berminat menjalani kisah itu ^_^ Satu kuncinya, bahwa KESIAPAN ITU MEMANG HARUS DILATIH, siap mencintai itu berarti siap untuk tidak dicintai, siap membenci itu sama juga harus siap disukai, siap menikah itu juga harus siap dengan rumitnya rumah tangga, siap melanjutkan studi harus siap dengan semakin mahalnya biaya studi, siap jadi koruptor berarti siap menjalani masa tua di jeruji besi dan lain sebagainya.
Satu lagi, siap menulis juga harus siap tulisannya akan diberikan masukan bahkan mungkin tulisannya tidak dibaca orang lain dan malah menjadi bungkus kacang dan kerupuk yang dijual dipasar ^_^
Oleh: Luluk Evi Syukur (Profile)
Rabu, 27 April 2011
Inspirasi
Menulis jangan menunggu datangnya inspirasi, tapi inspirasilah yang hendak kita ciptakan sendiri. Namun apakah kalian tahu bagaimana menciptakan inspirasi itu? Semalam habis rapat team sempat ada instilah: “Jangan menunggu-nunggu waktu, tapi buatlah waktu oleh kita.”
Mungkin artinya kita sebagai manusia biasa terkadang suka malas untuk melakukan sesuatu, suka mengulur-ngulurkan waktu dan berbuat tergantung mood kita. Itu sudah lumrah di dalam diri kita sekarang. Akan tetapi kelumrahan itu jikalau tetap saja dibiarkan mungkin saja bisa berakibat fatal bagi diri kita. Contoh seorang pe-hutang, sedikit demi sedikit dia terus menerus meminjam uang kepada orang, maka tak terasa ketika dia hendak melihat jumlah hutangnya sempat terkejut dengan besarnya jumlah hutang yang dia miliki. Begitulah kira-kira ciri seorang pemalas dan seorang yang tidak bisa memanfaatkan waktunya sampai-sampai dia diperbudak oleh waktunya sendiri.
Kita sebagai orang yang waras dan berpendidikan tentunya tidak akan menghendaki hal itu hinggap pada diri kita. Seorang pe-hutang tadi hanyalah contoh, masih banyak kejadian-kejadian yang lain yang serupa dengan hal itu. Bagi seorang pemalas dan yang suka mengundur-ngundurkan waktu akan tahu akibatnya sendiri. Satu dua kali tidak akan terasa, tapi setelah dia terus melakukannya berulang-ulang sehingga menjadi suatu kebiasaan yang sulit dia tinggalkan maka pada saat itulah rasa penyesalan yang sangat dahsyat itu akan menghampirinya. Untuk mencoba memperbaiki diri tidak akan semudah dia membalikan telapak tangan. Semuanya butuh proses sebagaimana lamanya dia melakukan kemalasannya dulu. Kebiasaan baru pun harus dilaluinya dengan rasa yang teramat berat. Bayangkan saja betapa susahnya kita merubah kebiasaan kita hingga 180 derajat dalam seketika waktu dan rasanya itu adalah hal yang mustahil untuk kita lakukan dalam jangka waktu yang relatif pendek.
Kebiasaan merupakan hal yang akan membawa ke mana arah masa depan kita. Sebenarnya jika ada orang yang bertanya “Mau jadi apa saya di masa depan?” merupakan pertanyaan yang menurut saya adalah satu pertanyaan yang bukan caranya untuk bertanya dengan pertanyaan itu. Karena yang bisa menjawabnya hanyalah dirinya sendiri. Intinya adalah kebiasaan. Kebiasaan adalah cerminan diri kita di masa depan. Ingin tahu kalian akan seperti apa di masa depan maka lihat apa yang sedang kalian lakukan di saat ini.
Terkait dengan inspirasi yang menjadi judul artikel kali ini. Coba kita jangan menunggu-nunggu datangnya inspirasi, tapi cobalah belajar untuk menciptakan inspirasi kita sendiri. Inspirasi bukanlah “Jailangkung” yang datang tak dijemput, pulang tak diantar, tapi inspirasi itu adalah suatu hal yang akan selalu ada di dalam diri kita. Inspirasi itu bukanlah milik siapa-siapa, tapi inspirasi hanyalah milik kita “Kita dan inspirasi kita”.
Hanya satu hal yang perlu kita ingat, bagaimana kita bisa menjaga selalu inspirasi kita? Apalagi kalau bukan dengan kebiasaan. Kebiasaan yang akan terus menerus mendatangkan inspirasi kepada kita. Hanya kebiasaanlah yang akan menentukan masa depan kita, entah itu kebiasaan buruk maka hasilnya akan buruk ataupun kebiasaan yang baik maka hasilnya pun akan baik pula. Lihat seorang penulis terkenal seperti “Putu Wijaya” (Sang Teroris Mental) beliau mengatakan: "Menulis setiap hari dan Menulis apa saja". Kemudian juga dengan ucapannya Pramoedya Anantatoer (Penulis Yang Menolak Hadiah Nobel Sastra), "Terus Menulis Walau Tubuh Terpenjara."
Lihat komentar-komentar mereka yang telah meraih masa depannya dengan sukses. Semua berawal dari kebiasaan. Membiasakan diri menulis untuk seorang yang ingin menjadi penulis, membiasakan diri berolahraga untuk seorang yang ingin menjadi atlet, membiasakan diri terus membaca dan mengamati ilmu-ilmu kebidanan untuk seorang yang ingin menjadi bidan, dan masih banyak lagi kebiasaan-kebiasaan yang mesti kita lakukan sesuai keinginan masa depan kita yang hendak kita raih.
Inspirasi bukanlah hal yang aneh bagi kita, tapi inspirasi merupakan konsekwensi dari kebiasaan-kebiasan yang telah kita lakukan. Inspirasi itu tidak akan datang secara tiba-tiba, tapi inspirasi yang akan kita ciptakan sendiri. Inspirasi milik kita, inspirasi hanya untuk kita dan inspirasi hanyalah ada dalam diri kita. Intinya hanya satu ; “KEBIASAAN”. Oke Friend… You Understand? Mulailah kita sekarang melakukan kebiasan-kebiasan yang akan menentukan masa depan kita. Apa bentuk kebiasaan itu? Jawabannya tergantung pada diri kalian. OK !!! Tuhan tidak akan merubah diri kita, kecuali diri kita yang akan merubahnya sendiri.
Oleh: Mamat Munandar (Profile)
Selasa, 26 April 2011
Lukamu adalah Siksa Batinku
Mataku tertuju pada salah satu status sahabatku malam itu, ini anak kok tiba-tiba puitis?
Mr. XX: Kan kubiarkan ruang hampa di dalam hidupku...
Moes Arsyil Ramadhan Afrilla: Sok puitiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiis loe.
Mr.XX: Gw lagi nyanyi lo tau ga tu judulnya gw lupa, "Kan kubiarkan ruang hampa di dalam hidupku bila aq harus mencintai dst" lo tau ga?
Moes Arsyil Ramadhan Afrilla: Cinta sejati by Element, betul kasih bonus :D
Mr. XX: Salah! bego bgt lo ah
Moes Arsyil Ramadhan Afrilla: Salah dikit aja, demo loe sob xixi maaf, kejaaam loe
Mr. XX: Hidup aja ma gw kejam, gw harus kejam
Moes Arsyil Ramadhan Afrilla: Kecuali ma w jangaaan wkwkwk
Mr. XX: Ga ada pengecualian dlm hidup gw
Dan percakapan kami lanjutkan di chat,
"Woyyy belum tidur loe?" Tanyanya
"Jiaaah salam dulu baru nanya" Balasku, obrolan kami mengalir bagai air bening di anak sungai, aku minta ijin untuk menulis tentang kisahnya, 7 tahun pacaran akhirnya hubungannya kandas. Meninggalkan goresan luka, meninggalkan cerita sumbang dalam luka yang mungkin nyeri yang ia rasakan hingga kini, sampai ia berucap, "Gw gak pernah percaya pada yang namanya cinta sejati, kecuali cinta Tuhan pada umatNYA, cinta ibu pada anaknya"
"Dubraxx artinya, selama ini kasih sayang gw sebagai sahabat juga dianggap palsu? hmmmm sungguh terlalu sobat,hehehe"
Terkutuklah
Cinta yang berderak-derak di pangkalan telinga
Mengingang laju kumuh
Bersenggama hina kau bertanya pada sengsara
Sepasang sekoci berlumur lumut
Membatu bersama karang
Daripada kau terjungkal ke lautan
Mari kita eja rasa dengan semestinya
Terkutuklah
Cinta ditambah cinta menjadi sampah
Terciumi sengatan membesarkan arwah di dalam kubur
Sungguh, kuncilah hati sebelum kau terbawa digiling kunyah
Peradaban kau gilir dengan martabat sumbang
Kau gulai mentah dalam belanga kubangan air mata
Mendidih jantung kesumat menatap mata tersumpal bara
Jangan cinta kau ucap perlahan pada yang lapar di pesisir hujan
Merajai iblis dalam sumpah serapah memutar masa
Duh, sampai setega ini cinta mereka permainkan
Terkadang gadai sudah rasa
Dalam meja perjamuan bersama pimpinan setan
Gerhanakah hatimu kini? hingga saat kutawarkan menjemput purnama kau merantai langkah, mengunci mati rasa, membekukan seluruh sendi gerak tubuhmu, menulikan telingamu, hingga aku tak lagi berhak berkata apa-apa, lakukan apa yang kubisa demi sebentuk senyum kembali, tawa canda yang warnai hari, lukiskan kisah indah hari muda kita,mencatat dalam ingatan batas manusia. Sobat jangan hakimi aku seperti dia, aku tidak ikutan meninggalkanmu, aku masih ingin bercerita banyak padamu, saat gundah dan resah menyapa hariku atau sebaliknya, kuingin kita selalu bisa berbagi cerita, agar cerita dusta tak terpendam mati dan membusuknya hati.
Gerhanamu yang kuandai menjadi kebuntuan, pekat dan menampar-nampar, keduabelah tangan yang mengarah ke mukaku sendiri, sudikah waktu memutar lagi saat purnamamu dulu harapku, kuingin selau kau bahagia sobat, harap kembalilah cinta menyapamu, kau tau? aku dirundung cemas yang menyiksa, ketahuilah sahabatku, selayaknya manusia, hidup adalah bergerak dan tumbuh, ada duka dan tawa, setelah itu mati, sebab mati adalah keniscayaan yang pasti, tapi sebelum maut menjemput, ijinkan aku memberi nilai guna untuk sesama, ijinkan aku mengubah gerhana jadi purnama, ijinkan aku tetap bersamamu mencari cahaya, agar tiada sesalku nanti, jika aku mendahuluimu menghadapNya. Tidak ada kekejaman yang ingin kuberi, yang kurasa, lukamu akan jadi siksa batinku jika kubiarkan kau merintih sendiri menahan nyerinya, karena kujuga tau, jauh di lubuk hatimu, hatimu terlalu indah untuk menyimpan luka, merasa sendiri, mendustai hati yang masih butuh tempat berbagi.
Oleh: Moes Arsyil Ramadhan Afrilla (Profile)
Senin, 25 April 2011
Bom itu Membuat Ayah Tersenyum
Bum….
Bunyi yang mengerikan bagi pendengaran manusia. Bunyi yang merontokan jiwa ksatria menjadi jiwa pengecut yang kecut. Goncangannya pun menggetarkan hati yang miris. Bahkan daya ledaknya menghamburkan tubuh anak Adam berkeping-keping. Darah menjadi cat warna merah yang mengerikan, hamparan daging membuat menggidik bulu kuduk. Dan asap setan menghembus berterbangan di angkasa kosong. Aku melongo tak karuan melihat fenomena itu. Lututku seakan lunglai dan ingin bersimpuh lemah di pelataran masjidku ini. Aku melihat para jama’ah terbirit-birit lari, ada juga yang meronta-ronta kesakitan dengan kaki putus, tangan berdarah, kepala memar dan lain sebagainya. Pokoknya suasana yang kurasakan seperti kiamat kubra yang sesungguhnya.
Aku berusaha menegakkan batinku, dan mencoba melangkahkan kakiku menuju bom yang baru saja meledak. Air wudhu masih bergelantungan bebas di wajahku, namun air wudhu itu akan terpental keluar karena desakan keringat gugup dari pori-pori tubuhku. Aku tau, inilah yang harus kulakukan, aku ingin berlari, dan memeluk orang yang kusayangi sambil bersimbah peluh air mata di dekapannya. Dan, saat kuberjalan sempoyongan menuju ke lokasi ledakan bom, perang batin dimulai di dalam jiwaku. Jiwa kotorku mengatakan Ayahku yang menjadi korbannya, dan jiwa yang baik mengatakan Ayahku selamat. Namun, aku tak menghiraukan perang batinku itu aku terus melangkahkan kaki mencari Ayah.
2 jam sebelumnya
“Alif…, sholat jum’at bareng Ayah yuk Nak!” Teriak Ayah di seberang dinding kamarku. Teriakannya khas, karena selalu berteriak jika mengajakku untuk melakukan kebaikan. Pernah Ayah berteriak guna membayar zakat di bulan Ramadhan yang lalu. Jika teriakannya tak disambut, maka sorotan mata marah dari Ayahku akan membuatku bertekuk lutut mengikuti perintahnya. Ah, itulah Ayahku kawan!, selalu unik dan menyeramkan, namun yang pasti baik.
“Iya Ayah!, Alif mau mandi dulu” Kubalas dengan teriakan kembali, maklum jika tidak teriak maka tembok gagah dan pintu pelit menutupi seluruh rongga yang tak akan meloloskan suaraku, sehingga jika berkata dengan volume yang seadanya, sudah pasti Ayah tak mendengarnya, apalagi usianya sudah menginjakkan 50 tahun, kupingnya mulai swasta, sehingga perlu tarikan suara yang lebih tinggi agar ayah mendengarnya.
Air segar menyisir tubuhku, aku berusaha berjingkrak-jingkrak untuk menghapus semua penatku. Aku mandi dengan riangnya, sabun, sampho, sikat gigi, kugosokkan di bagian-bagian tubuhku tertentu, agar sempurna mandi sunnah muakaddah shalat jumatku ini, sehingga shalat jumat kali ini bisa lebih khusu dan menikmati sayyidul ayyam-nya umat Islam.
Kulihat terik mentari menyembul di bagian awan, menyubit pipiku dengan sengatan sinarnya. Mataku pun tak sanggup membalas sorotan mentari yang tepat berada di ubun-ubunku. Andai, mentari bisa kukecilkan daya panasnya, maka akan kulakukan, tetapi nyatanya tak bisa, hanya usapan tanganlah yang bisa kulakukan untuk menghindari guyuran keringat yang mulai berduyun-duyun nongol dari permukaan kulitku. Sejadah butut yang kubawa pun kupakai sebagai alat alternative untuk menangkis serangan mentari, sehingga rasa nyaman akan hadir sejenak di kepalaku.
Aku berjalan bersama Ayah dengan langkah kaki berirama sedang menuju masjid kesayanganku. Tak biasanya, hari ini Ayah tampak bersinar wajahnya, harum minyak yang dipakai Ayah membuatku bangga menjadi anaknya, sorot matanya pun tampak anggun berbinar. Tangannya yang kasar, maklum buruh pabrik, meraih tanganku, entah ada apa, yang pasti Ayah seakan menspesialkanku hari ini, sekali lagi tak biasa.
Tak ada sesuatu yang kurasa, namun yang pasti dekapan tangannya di tanganku membuatku nyaman sekali berjalan dengan Ayah yang kusayangi. Ayah adalah sosok idolaku. Banyak hal yang bisa kupetik dari kehidupannya yang penuh dengan kesabaran dan kerja keras. Menjadi seorang Ayah bukanlah tugas yang amat mudah, perlu keanggunan hati dan keteguhan jiwa agar bisa membuat keluarga harmonis dan indah. Ayahku tak mau berego, apalagi demi kesenangan, beliau sangat mengutamakan kebahagiaan istri dan anak-anaknya yang berjumlah lima orang walaupun beliau harus jungkir balik untuk memetik kebahagiaan keluarganya.
Masjid Nurul Jannah, anggun dan kokoh. Bangunan berarsitektur Turki membuat imajinasiku meluas ke negri Kamal Ataturk itu di daratan Eropa sana. Seakan kuberada di kehebatan kesultanan Utsmaniyah pada pertengahan abad ke dua, yang memiliki kekuatan superior di dunia kala itu. Kulangkahkan kakiku dipelataran masjid itu, dan kusambung dengan shalat sunnah tahiyyat masjid dengan dua rakaat. Takbir pun terlantun dimulutku, dekapan sepi menyongsong pikiranku, hanya lafal Allah yang tersimpan dalam benakku. Ayah pun sama, bergerak sesuai dengan irama penghambaan kepada Tuhan, seakan-akan ini adalah ibadah terakhirnya, khusu dan penuh kedamaian.
Kami pun berzikir bersama sambil menunggu adzan jumat berkumandang. Terlihat tetesan air mata ayah jatuh di sarung warna hijaunya yang lusuh. Isakan tangisnya pun lirih. Aku tak tau apa yang dirasa saat itu, mungkin kehalusan hatinya yang membuatnya begitu mudah untuk menangis. Aku hanya bisa terdiam dan berkata dalam sanubariku tentang kesyukuranku atas karunia Tuhan yang menjadikannya sebagai ayahku, entah apa jadinya jika aku terlahir dan memiliki Ayah yang tak sepertinya, mungkin saat ini aku tak di sini, yang pasti aku bangga dan bersyukur menjadi anaknya, sungguh Ayah idaman bagiku.
“Ayah” suaraku memecahkan semedi Ayahku. Namun itu harus kulakukan, karena aku takut Ayah mencariku.
“Iya?” suara lirihnya bergema, wajahnya melongok ke arahku dengan guratan mata yang merah pekat sambil membereskan sisa-sisa air mata yang masih bergelantungan di pipinya.
“Ayah, Alif ingin buang air kecil”
“Ya udah sana, hati-hati ya. Maaf kan Ayah ya” jawabnya dengan senyum yang mengembang dari kedua bibirnya.
10 menit kemudian.
Aku tak melihat Ayahku. Aku mencari-carinya. Tak kutemukan. Dalam reruntuhan dinding dan atap, kumelihat sejadah Ayah berserakan berkeping-keping. Lalu kumelihat wajah Ayah tergencet balok yang besar, dengan luka yang terdapat di sekujur tubuhnya yang berlumur darah segar.
“Ayaaaaaaaaaaaaaaah…” jeritku. Aku tak menyangka, ini takdir perpisahan aku dengan Ayah. Air mataku tumpah ruah di pelataran pipiku. Dengan seonggok tenaga, kudekati Ayah sambil menangis hebat. Aku tak kuasa menahan sakit dan pilu ini. Hanya buaian air mata yang mampu mengobati laraku yang tak menentu. Sekarang, di depanku, Ayah yang kubangga kan telah mengembuskan nafasnya di Masjidku ini. Terlihat senyum wajahnya masih menganga, aku tau Ayah, engkau khusnul khatimah. Kata maaf yang kau ucapkan tadi adalah kata terakhirmu. Kepeluk mayat ayah, dan kucium ta’zim tangannya. Sambil kuucapkan lirih,
“Maafkan anakmu ini Ayah jika belum menjadi anak yang berbakti kepadamu” tambah deraslah air mataku, tiba-tiba kepalaku pusing tak karuan, lalu gelaplah mataku, tubuhku pun jatuh tak berdaya digundukan reruntuhan, yang kurasa hanyalah tangan-tangan penolong membantuku keluar dari masjid itu dan membawaku ke rumah sakit terdekat, ternyata aku pingsan tak sadarkan diri.
Ayah, sekarang kau tiada. Wangi parfummu tak terasa lagi di hidungku, tubuh yang kokohmu tak terlihat lagi di mataku, suara teriakanmu tak terdengar lagi di telingaku, dan tangan kasarmu tak kurasa lagi ditelapak tanganku. Namun yang pasti, kebaikanmu dan pendidikan yang kau ajarkan kepadaku adalah yang terindah dalam kehidupanku sehingga akan kutanam di jiwa ini selamanya, terima kasih Ayah. Hanya sebuah doa dan kata selamat jalan kupersembahkan untukmu Ayah. Aku berharap kita berjumpa lagi di alam berbeda, dan kuakan memeluk tubuhnya tanda bakti dan sayangku kepadamu Ayah.
Kawan!, nikmatilah kehadiran Ayahmu saat ini. Perhatikan dan lakukanlah yang terbaik untuknya. Karena sosok Ayah adalah pembimbing keluarga yang berjiwa ksatria, tanpa lelah dan mengeluh, jangan sampai mengecewakannya. Buatlah ia tersenyum dan bahagia, walaupun sekarang ia terbaring di alam barzakh, seperti kisah Alif ini. Dan Alif pun ingin melihat senyum Ayah walaupun beda alam.
Oleh: Adi Nurseha (Profile)
Minggu, 24 April 2011
Jeritan Histeris Tengah Malam
Mini bus yang membawaku dan rombongan teman-teman akhirnya sampai juga pada tempat tujuan, yaitu Pantai Ayah. Teman-teman segera berhamburan keluar dari mini bus yang kami tumpangi dari depan sekolahku tadi. Setelah itu kami pun segera mencari lokasi yang tepat untuk mendirikan tenda. Sesuai dengan kesepakatan bersama akhirnya kami mendirikan tenda di dekat selokan kecil berukuran lebar sekitar 50 cm.. Namun selokan ini mengalirkan air yang cukup jernih yang bisa digunakan untuk mencuci atau untuk dimasak sebagai air minum.
Hari ini adalah untuk pertama kalinya aku ikut camping di pantai. Teman-teman nampak sibuk mendirikan tenda. Camping kali ini adalah camping gabungan bersama SMA-SMA se-kabupaten Banyumas. Tujuan camping kali ini tidak hanya sekedar untuk refreshing, tapi karena kami semua ingin mencoba mendaki tebing karang yang konon kabarnya ada di sekitar bukit dekat pantai tempat kami mendirikan tenda.
Aku sibuk membongkar cariel yang berisi berbagai bekal dan peralatan. Setelah semua tenda selesai didirikan, satu persatu teman-teman mulai berhamburan ke arah pantai. Hingga akhirnya tinggallah aku sendiri. Duh... nasib... lagi-lagi aku harus sendirian menjaga sekian banyak tenda.
Setelah hari mulai gelap semua kembali ke camp. Ada yang basah kuyup dan kotor penuh pasir. Ada juga yang membawa ikan dari nelayan setempat. Ikan-ikan itu pun diserahkan padaku setelah dibersihkan sebelumnya. Akhirnya ikan-ikan itu pun aku masak dengan wajan kecilku yang kubawa dari rumah.
"Waduh Non, sempet-sempetnya bawa wajan. Gak rugi deh camping ngajak kamu." Kata salah seorang seniorku.
"Ya iyalah..." kataku singkat sambil menyiapkan segala sesuatunya.
"Apa ini... !" Teriak salah seorang kawan dari dalam tenda yang tepat di belakangku. Aku segera menoleh dan menyorotkan lampu senter ke arah yang dimaksud. Ternyata susu bendera kalengan yang tumpah di atas terpal.
"Waduh siapa sih yang naruh susu di sini, sayang banget neh, gimana neh...?" katanya sambil memandang ke arahku. Tanpa pikir panjang aku segera memindahkan tumpahan susu bendera itu ke wajan yang berisi ikan laut. Kawanku hanya bisa melongo melihat ulahku. Sementara aku hanya nyengir sambil mengisyaratkan padanya untuk diam. Dia pun hanya mengangguk sambil bergidik jijik.
Gak berapa lama kemudian ikan yang kumasak pun matang dengan wangi yang menggoda. Segera aku bagikan kepada teman-teman yang dari tadi sudah menunggu menu makan malam. Dengan cepat mereka menyantap.
"Wah... uenak banget, kok kamu pinter masaknya? bumbunya apa neh?" Tanya salah seorang seniorku.
"Masa enak sih? habiskan dulu, nanti tak kasih tau deh resepnya" Kataku dengan senyum pasti. Dengan cepat hidangan ikan laut pun habis disantap teman-teman.
"Masih ada lagi gak ikannya? aku belum kebagian neh?" Kata salah seorang kawan yang baru datang menikmati indahnya suasana malam di pantai.
"Udah habis. Suruh siapa gak balik-balik, gak tau orang pada kerepotan di sini." Kataku dengan santainya.
"Non, apa resepnya neh?" tanya salah seorang dari mereka.
"Biasa aja kok. Cuma ada tambahan dikit, itu tuh tumpahan susu bendera di terpal itu." Kataku sambil menahan tawa.
"Iya bener tuh, susu bendera yang tumpah tadi dia ciduk pake sendok lalu dimasukkan ke dalam wajan yang buat masak ikan." kata kawanku yang pertama kali menjerit tadi. Akhirnya semua ketawa, lalu kata mereka.
"Gak apa-apa, vitamin." ^_^
Setelah semua selesai akhirnya aku dan teman-temanku segera membersihkan peralatan masak dan peralatan makan tadi. Malam terus beranjak mengukir gelap di antara deburan ombak di pantai. Malam ini memang tidak ada acara khusus. Malam ini semua diminta untuk istirahat penuh karena besok pagi kami akan diajak untuk mendaki tebing karang yang dimaksud. Ada yang menikmati malam itu dengan jalan-jalan di pantai bersama kekasih hatinya, ada yang hanya duduk-duduk di kursi bambu yang telah tersedia di bawah pohon waru. Ada juga yang hanya duduk di dalam tenda sambil bermain kartu poker.
Sementara aku hanya duduk-duduk di pinggir selokan bersama seniorku, mbak Pipit yang sedang asyik ngobrol dengan seorang kawannya dari Cilacap. Mereka asyik diskusi masalah seputar pengalaman camping bersama teman-teman. Sesekali aku tersenyum sebagai respon aku ikut mendengarkan obrolan mereka. Sementara itu aku asyik memainkan lilin-lilin kecil yang menjadi penerang kami saat itu. Kedua kakiku kumasukkan ke dalam selokan yang mengalirkan air jernih itu. Aku asyik menikmati aliran airnya yang bening. Sambil sesekali mendekatkan lilin ke dalam selokan, mencoba menangkap ikan-ikan kecil yang berenang kesana-kemari.
Malam kian larut, entah kenapa kurasakan kejenuhan yang tidak seperti biasanya. Tiba-tiba aku ingin menjerit. Akupun menyampaikan maksudku pada mbak Pipit.
"Mbak, aku ingin menjerit sepuas-puasnya."
Dengan santai dan terus menatapku dia pun berkata, "Ya sudah menjeritlah." Tanpa menunggu lebih lama lagi, aku pun segera menjerit.
"Aaaaaaaaaaaaaaaaa........" Sebuah jeritan panjangku yang membuat kaget seketika.
"Aaaaaaaaaaaaaaaaaa......" Jeritan panjang susulan dilanjut dengan jerit tangisku.
Seketika itu juga, semua penghuni tenda berhamburan keluar mencari datangnya suara. Semua mendekat ke arahku, dan bertanya kepada mbak Pipit yang tenang-tenang saja duduk di sebelahku. Mbak Pipit pun menjawab kebingungan teman-teman,
"Tidak ada apa-apa, dia cuma pengen njerit aja." Akhirnya semua mengerti dan kembali ke tenda masing-masing.
Sementara itu aku puas-puasin menangis, hingga hatiku tenang kembali. Setelah itu aku segera membasuh wajahku yang berlumuran air mata dengan kesejukan air selokan di malam itu. Lega rasanya dan lapar ^_^
Tenagaku habis buat menjerit dan nangis histeris, hingga membuat perutku terasa lapar. Akhirnya aku pun hanya makan indomie goreng yang kuremas lalu kucampur bumbunya dan makan begitu saja. Maklum, malas masak. ^_^
Malam kian larut dan dingin, kami pun kembali ke tenda untuk istirahat barang sejenak. Temannya mbak Pipit pun segera pulang ke rumahnya yang kabarnya tak jauh dari pantai Ayah ini. ternyata teman-teman di dalam tenda posisi tidurnya seperti udang diaduk dalam penggorengan, amburadul. Tidak ada posisi yang benar. Mau tidak mau harus nyelip di pinggiran.
Keesokan paginya setelah semua membersihkan diri, kami segera berjalan meninggalkan camp dan menuju tebing karang yang dimaksud. Pak Lippo selaku pelatih olah raga alam bebas ini tiba-tiba telah merangkul pundakku dan bertanya menyelidik.
"Kamu kenapa? kok njerit histeris gitu? Apa ada masalah?" Tanyanya serius. Aku hanya menggeleng sambil tersenyum, dan meyakinkan bahwa tidak ada masalah apapun.
Lalu beliau menepuk-nepuk pundakku, dan katanya, "Ya sudah kalau gak ada masalah, berarti siap dunk latihan hari ini?" Tanyanya sambil tersenyum.
"Siap dunk...pak..." jawabku pasti.
Setelah itu Pak Lippo asyik ngobrol dengan rekannya yang juga ahli di bidang Rock Climbing. Dan kami pun mulai meniti jalan di perbukitan yang menuju ke arah tebing karang. Nampaknya lokasi yang di maksud cukup jauh juga, kami harus melewati perbukitan yang sedikit terjal dan berliku. Beruntung ada kawan yang membawa radio kecil. Sebuah lagu gubahan pun melantun di antara tawa dan canda teman-teman.
Akhirnya kami semua sampai di lokasi tebing karang. Para senior yang bertugas segera menyiapkan segala peralatan. Mulai dari tali karmentel, karabinner, discender, tali prusik, dan webbing. Dua pemanjat nampak membuat tali simpul di puncak tebing karang. Sementara aku dan beberapa teman memasang webbing di badan masing-masing. Untuk permulaan, seorang anak muda yang pernah ikut kejuaraan nasional menunjukkan kebolehannya dalam tehnik memanjat tebing. Kami memperhatikan dengan seksama. Kemudian satu persatu pun mulai mencoba memanjat tebing karang itu.
Tak terasa waktu cepat berlalu, saatnya untuk kembali ke camp di pinggir pantai. Semua tampak happy dan bernyanyi riang menyusuri jalan di perbukitan yang akhirnya mengantar kami ke perkemahan.
*** Memory Di Pantai Ayah bersama para pecinta alam se kab-BMS*** ^_^
Oleh: Khasanah Roudhatul Jannah (Profile)
Berdialog dengan Hati
Wahai hati, di dalammu ada sebuah asa yang begitu indah dirasa. Ia adalah pemompa semangatku, ia adalah karib dari pikiran serta perasaanku, ia adalah amanah dariNya. Sudah sejak lama ia temani diri, berusaha tuk selalu tuntun agar jalanku lurus menujuNya, ah, terimakasih kawan, terimakasih Cinta. ^_^
Lebih dari sekedar kata, gerak-geriknya terlihat dari sisiku yang paling luar. Maka siapa saja yang mengerti tentang aktifitas hati, aku benar-benar tak akan bisa berbohong.
Wahai hati, andainya kau bisa berbicara, maka siapakah yang kan mengerti tentang bahasamu? Maka siapakah yang memahami kehendakmu? Maka siapakah yang tahu tentangmu wahai hati?
Kau ini letaknya tersembunyi, tapi gerakannya terlihat dari luar. Benar-benar tak bisa dibohongi orang yang sudah melatih diri mengenal dan menjagamu. Orang itu, yang selalu menata hati, sebab di situlah godaan terbesar bagi manusia. Manusia ini, tak akan mau terkalahkan oleh godaan duniawi, sebab ia tahu Dia lebih dari segala-galanya, dan pemberian dariNya tak mungkin bisa tergantikan dengan materi duniawi.
Duhai hati, kadang kubertanya, siapa sebenarnya yang mengendalikanmu? Siapa yang membuat aku bisa rasakan beragam emosi campur aduk itu? Mengapa orang sering katakan bahwa jika bukan raga yang sakit, padahal merasa ada yang tidak enak, maka itu hati yang sakit. Lantas, seperti apakah rupanya hati yang sakit?
Wahai hati yang merupakan pemberian dariNya, maukah kau tunjukkan padaku jalan lurus menuju pemilikmu? Aku tahu hati, padahal aku sendiri yang menjauhkan diri dariNya, aku sendiri yang membuat hijab-hijab itu. Padahal kau tahu juga, Dia tak pernah jauh dariku, bahkan Dia lebih dekat daripada urat nadi kehidupanku. Lantas, dimanakah Dia? Mari, tuntun aku wahai hati, meski saat ini tanganku lemah untuk sekedar menyambutmu dengan suka cita, tolong aku wahai hati. Tapi meski begitu, siapapun orangnya yang kutemui, dan apapun perlakuan atau perkataan orang itu padaku, aku yakin di dalam hatinya ada nurani kebaikan yang suatu saat nanti akan memancar bila telah sampai pada waktunya.
Hati-hati dengan hati yang bila tidak hati-hati akan menyakiti hati yang tidak hati-hati, ^_^
Oleh: Rosa Rahmania (Profile)
Jumat, 22 April 2011
Di Bawah Kolong Langit
Dua tahun silam, ternyata ada yang lebih indah dari pada langit yang menggantungkan tiangnya pada Bumi. Langit sekretariat BEM dengan segala bintangnya, tanpa pola rasi, tanpa nama. Tergambar begitu saja seperti aliran sungai, tapi buat apa semua itu? Jika beragam ide dan persuadaraan telah beberapa kali terbentuk di bawah naungannya. Deg! Siang itu saya hanya mendongak ke atas, menghitung tanpa arah gambar putih yang berbetuk bintang. Sayang yang bernama hati itu tidak bercahaya seperti bintangnya, tapi gulita seperti warna langit malam, semua orang mengatakan pusing, sebagian larut dalam kecanggihan Mr. Comp dan Mrs. Lepi, sisanya disibukkan dengan beragam list undangan, dan selebihnya entah kabur kemana?
Seketika, semangat yang menggebu-gebu itu runtuh di hadapan perasaan yang tidak mengenakkan ini. Tapi benarkah hari itu akan berlalu dengan kesan yang menyedihkan dan tidak menyenangkan? saya sesendiri ini, masa?
Pasca gempa di bulan Ramadhan, Rabu 2 September 2009
At 3.40 PM, SMS masuk dari Kadiv PDD: "Mendesak dan memaksa, ada bubar LOPE (baca : Logstran PDD) di GWW, kumpul jam 5.00 PM" Perasaan yang belum reda setelah terjadinya gempa dan paksaan deadline yang harus dibikin, malah harus bengong dengan paksaan tersebut.
"What the? apa-apaan Theeeeeen? buka bareng puasa dadakan nyaris tanpa persiapan?"
"heh?"
**
Bila kita dapat memahami
Matahari menemani
Kita dalam kehangatan
Hingga sang rembulan bersenandung
Meninabobokan seisi dunia
Dalam lelap setia
Tanpa terpaksa
Bila kau dapat mengerti
Sahabat adalah setia
Dalam suka dan duka
Kau kan dapat berbagi rasa
Untuknya
Begitulah seharusnya
Jalani kehidupan
Setia… setia… setia
Dan tanpa terpaksa
Mengapa bintang bersinar
Mengapa air mengalir
Mengapa dunia berputar
Lihat segalanya
Lebih dekat
Dan kau akan mengerti
(OST. Petualangan Sherina)
Lirik lagu sherina, pengingat sebuah kejadian istimewa. Seharusnya yang sejak lama saya lakukan, melihat segala sesuatu lebih dekat, dari hati-kehati, bagaimana untuk menjadi orang yang lebih dari sekedar bersimpati, tapi berempati, seperti malam itu.
"Niooooo, paraaaaah Gue ga dapet kabar kalo LOPE kumpul!!!" Dengan wajah geram, Thi menodong Nio.
"Seriusan, udah Gue kirim koq jarkomnya ke semua anak Logstran" yang bernama Nio membela diri.
"Bohoooooong, buktinya Gue ga dapet, jahat Lu"
"Lu dateng kan? itu berarti Lu dapet kabar kan?" Nio tetep ngeyel dan bersikeras.
"Gue dapet kabar dari Dhin, bukan dari Lu" Bales Thi, tidak mau kalah.
"Beneran!!! perasaan udah deh, pas tadi gempa Gue kirim SMS jarkom ke semua anak logstran, pas lagi berasa goyang-goyang. Masa iya ga nyampe sih?" Penjelasan Nio barusan seketika bikin kita semua CENGO!!
"Nioooooooooooooooooo"
**
Bagusnya segala pertikaian selesai sudah, tergantikan dengan suasana buka bareng bersembilan orang. Duduk manis membentuk lingkaran di taman GWW (Graha Widya Wisuda), eh? taman? hanya sepetak tanah yang berkarpet rumput dengan satu lampu bisakah dinamakan taman? bahkan tidak layak sebenarnya dijadikan tempat tongkrongan seperti ini. Mungkin ini adalah pelampiasan, efek dari gagalnya para panitia Ospek penanggung jawab tempat dan dekorasi (baca: kita para LOPE) menyewa GWW beberapa bulan lalu.
"Ga salahkan kita menikmati GWW seperti ini, sesekali. hahaha"
Entah apa yang ada dipikiran orang yang lalu lalang di depan GWW, mungkin sebagian ada yang menganggap bahwa kita adalah orang-orang yang kurang kerjaan, tapi Bodoh amat, Everything is Ok. Para anak-anak LOPE justru semakin menikmati hembusan angin malam itu, bau rumput yang mulai berembun, penerangan satu lampu di taman GWW semakin membuat malam itu terasa cocok untuk membuat sebuah pengakuan. Siapa yang memulai itu tidak penting, tiba-tiba semuanya terlontar ringan, kata demi kata, berbagai cerita yang mengalir begitu saja, saling menjadi tempat sampah satu sama lain, menimbulkan beragam inspirasi yang tak terduga. Spontan dan tanpa terencana sebelumnya,
"So, botol air mineral ini kita puter. Siapa yang kena kepalanya barati dia harus siap nyeritain siapa dirinya"
"Juga harus siap menerima pertanyaan apapun"
"Sejujur-jujurnya!!"
"Setuju?"
"Siaaaaaap!!!!"'
Lalu mengalirlah banyak cerita, tanpa paksaan dari siapapun, dan saya hanya mampu ber "O" dalam hati. Beginikah sebenarnya sosok sahabat-sahabat saya? sungguh tidak terduga, mengawali bagaimana harusnya memahami, terkadang saya hanya bisa menyimpulkan dari apa yang saya lihat, tanpa menyediakan waktu untuk mendengar apa kata hati yang sebenarnya. Andai, andai saya bisa melakukan terhadap semua sahabat-sahabat saya, andai saya bisa tau apa yang ada dalam pikiran mereka, supaya kedepannya kita bisa melangkah bersama, tidak ada yang di depan, tidak ada yang dibelakang tapi hanyalah kita yang beriringan.
Ini bukan sekedar pembelajaran tentang karakter manusia, ini tentang bagaimana cara bersikap, menyikapi banyak sifat, menghadapi sikap dari berbagai karakter. Tentang bagaimana bersikap dan menyikapi segala sesuatu dengan bijak. Tidak lantas memvonis seseorang dengan sembarangan, menjadi yang paling sok tahu. Tidak, pelajaran malam itu lebih dari sekedar tahu tapi juga memahami dan benar-benar mengerti.
Menyapu pandangan ke arah langit, mendongak sekilas sambil mendengarkah banyak kisah. Bersih dan pekat, tanpa Bintang ataupun Bulan, satu-satunya sinar paling terang hanyalah berasal dari lampu taman. Tapi bukan itu, Bintang-bintang di langit kini telah menjelma menjadi delapan orang sahabat dari pengakuan malam ini. Bersinar dari permukaan Bumi, indah. Sangat indah.
"It was amazing moment with you all, i felt it. Seriously"
Dan saya benar-benar mengingatnya dengan baik, sebaik-baiknya dalam ingatan. Inilah pelajaran itu, dari sifat dan karakter kalian, dari apa yang saya rekam dalam pikiran dan hati.
- Thi yang menamakan dirinya sebagai bunglon, berusaha menempati diri di manapun dia berada, benar-benar belajar membaur tanpa harus melebur.
"Mungkin karena dari dulu Gue dibiasain jadi sulung yang harus mandiri, so Gue harus bisa cepat beradaptasi dengan banyak hal"
- Za yang ikhlas melakukan sesuatu buat orang lain, deuhh. Tanpa keluhan ataupun perasaan jengkel karena sering direpotkan.
"Gue seneng kalo ngeliat orang lain seneng, jadi Gue sedikitpun ga ngerasa terbebani"
- Cid yang ceria dan tegar.
"Gue cuma berusaha menghadapi semuanya sebisa Gue, hingga disuatu hari nanti Gue bisa ngebuktiin banyak hal"
- Theen yang hidupnya penuh dengan perencanaan, ada jangka pendek, jangka menengah, juga jangka panjang. Lihat saja notes hijau yang selalu ada dalam tasnya.
"Gue pengen jadi pengusaha cokelat, suatu saat nama brandnya adalah "Prasada""
- Nio yang dewasa tapi juga humoris.
"Gue emang suka bercanda dari dulu, tapi tetep harus bijak kan? hahaha"
- Dhin yang menyadari, bahwa di sini kita harus belajar menerima, kurang lebihnya menahan ego.
"Pertama kalinya Aku harus jauh dari rumah, Aku beneran harus belajar untuk ngga egois dalam hal apapun"
- El yang bisa melihat segala sesuatu dengan bijak.
"Sekarang bukannya saatnya lagi dalam tahap pencarian jati diri, tapi kita harus mampu menyimpulkan sendiri bagaimana pribadi kita melalui sikap kita terhadap orang lain, right?"
- Cha yang lebih suka menjadi penggerak. Menjadi katalis di manapun dia berada.
"Karena Aku suka berteman, suka dengan keramaian dan juga kebersamaan"
**
Dan hanya satu kesan,
"Pembelajaran di kolong langit saat itu begitu berharga, terima kasih LOPEkuuu"
Oleh: Ana Falasthien Tahta Alfina (Profile)
Kamis, 21 April 2011
Bukan Tipe Pencemburu
Senyum manis di wajahnya senantiasa mengembang, mewarnai hari-harinya yang seakan tiada pernah dilanda duka. Tawanya senantiasa renyah membahana, menggambarkan betapa free hatinya seolah tanpa beban derita. Begitupun saat dia harus berpisah denganmu sebagai keputusan yang matang yang menjadikannya semakin tegar dalam mengarungi liku hidup yang tiada terduga kapan aral melintang menghadang mulusnya jalan.
Ketegarannya menghadapi setiap permasalahan dalam hidupnya, adalah bukti betapa mapan pola pikirnya. Tiada keluh kesah yang dia tampakkan di muka umum. Seberat apapun beban hidupnya, dia tetap berdiri dengan gagah, memikul segala beban yang ada tanpa mengeluh sedikitpun. Lihatlah pancaran wajahnya yang selalu tulus menimbang rasa. Seperti saat dia melepaskanmu dan membiarkanmu memilih bidadari lain yang kau anggap lebih pantas untuk kau cintai.
Baginya cinta tak harus memiliki, cinta tak harus mencemburui. Cinta adalah keikhlasan, keikhlasan menerima segala yang ada, tanpa harus merasa cemburu dengan segala kelebihan yang dimiliki oleh orang lain. Sama seperti saat perhatianmu beralih pada yang lain. Hanya senyum yang tersungging di bibirnya seraya berucap lirih "Semoga kalian berjodoh dan hidup dalam lindungan kasih Illahi Robbi..."
Lalu dia pun melangkah tenang, tanpa pernah merasa bersalah telah meninggalkanmu. Karena di matanya kau memang tidak pernah tulus mencintainya, tidak pernah tulus menyayanginya. Terbukti dengan segala apa yang di lihatnya ketika segala kasih dan perhatianmu justru tertuju kepada yang lain. Bukan rasa cemburu yang dia tunjukkan ketika ia tahu kau bermesraan dengan yang lain. Tapi rasa syukur kepada Dzat Yang Maha Kasih, yang telah membukakan kedua mata batinnya akan siapa sebenarnya dirimu, siapa sebenarnya sosok yang pernah di kasihinya.
Dia bukan tipe pencemburu. Bukan berarti cintanya kepadamu di masa lalu palsu. Tapi kedewasaan dalam dirinya yang membuatnya lebih bijak dalam menghadapi setiap liku sebuah rasa dalam mengarungi samudera cinta yang penuh dengan gelombang badai asmara. Dia bukan anak kecil yang mudah menangis ketika di cubit. Dia bukan anak kecil yang mudah merengek ketika apa yang dia harapkan jadi miliknya ternyata tak jua ia dapatkan bahkan menjadi milik orang lain.
Dia gadis dewasa yang pandai mensyukuri nikmat. Dia gadis yang tegar, dia gadis yang kuat, dia gadis yang mampu bertahan di tengah kecaman dahsyatnya badai kehidupan. Tiada pernah ku dengar dia mengeluh, walau derita kerap hadir menyapa ketenangan jiwanya. Percuma saja kau bersusah payah membuatnya cemburu, karena di hatinya dia justru mendo'akanmu agar kau dapat menjalin hubungan dengannya.
Mungkin benar adanya, bahwa kau tiada pernah mencintainya. Atau kesombongan dalam dirimu yang membuatmu bertahan untuk tidak mengungkapkan perasaan hatimu yang sesungguhnya. Well... itu adalah urusanmu dengannya. Ada tidaknya rasa itu hanya kau yang tahu. Satu yang pasti dia bukan tipe pencemburu. Terbukti saat dia melihatmu bermesraan dengan yang lain, dia justru mendo'akanmu. So tak perlu kau bersusah payah memperlihatkan kemesraanmu dengan gadis lain di depan matanya. Karena dia bukan tipe pencemburu.
Dia gadis yang cantik, pintar, cerdas, lincah, sholehah, energic, atraktif... waow... seabreg kelebihan di sandangnya... ckckckck... Rasanya rugi kalau di lepaskan begitu saja, sementara kau tahu bahwa kau pernah ada dalam hatinya. Namun aku tidak bisa menjamin bahwa di hatinya masih ada namamu, karena kulihat dia begitu supel dalam bergaul. Dengan mudah dia kan dapatkan pengganti dirimu yang mungkin lebih perfect and lebih sempurna di matanya.
Kurasa penjelasanku tadi sudah jelas. Dia bukan tipe pencemburu. OK...?! Kalau kurang jelas, silahkan baca ulang dari awal.
Selamat membaca kawan. (((^_^)))
Oleh: Khasanah Roudhatul Jannah (Profile)
Rabu, 20 April 2011
Aku Yakin Cinta itu Masih Ada
Masa itu mengusikku
Sama seperti yang kau rasakan
Saat itu menjeratku pada sebuah titik
Mengisahkan fenomena yang banyak orang terluka
Aku, kau, dia dan mereka
Bahwa dia memang tidak akan kembali
Ku tawarkan rasa padamu bahkan hingga kini
Ah...
Namun tetap saja sulit bagimu
Rontaan luka itu masih menyayatmu
Dan aku paham dan merasakan itu
Saudariku...
Masih seperti hari-hari kemarin
Kami tetap menunggumu kembali membangun cinta Ãtu
Dañ aku yakin masih ada cinta dalam lukamu
Note:
Catatan kupersembahkan untuk mereka yang terluka karena goresan saudara dan kerabatnya. Seberapa dalam luka itu, Allah tak akan merubah cintanya selagi kita ingin terus memupuk cinta itu. Seberapa besar rasa benci kita terhadap saudara dan kerabat yang melukai kita tak akan pernah memutus ikatan cinta itu. Saling mendoa, mengingat dan mengasihilah ketika rasa bencà itu datang.
Oleh: Luluk Evi Syukur (Profile)
Selasa, 19 April 2011
Jeda Waktu untuk Ibu
Kutatapkan mata hatiku pada penjuru waktu, kulampiaskan tanya jiwaku pada yang kujumpai, ada rasa kian meronta, karena asa adalah hidupnya jiwaku. Langkah demi langkah ayunan hatiku berpijak, menelusuri gugusan masa hidupku, kurasakan getar-getar penuh misteri, menyusuri jalan berpasir. Kerikil bahkan kadang berbatu. Angan menggapai namun tiada membekas, hampa sebuah raihan kandas dalam bidikan, sebuah perang sunyi di belantara gundahnya hati.
"Bunda gw kritis mohon doanya"
Sebuah pesan masuk yang dikirim salah seorang sahabat baruku, aku termengu miembacanya, singkat memang kalimatnya, tapi kata mengandung sejuta makna, ada kegundahan, kekhawatiran, pengharapan, dan kecemasan terangkum di sana. Kuletakan telepon genggamku, saat kucoba menelepon nomor dia, namun tidak aktif. Kulihat laptopku, dia sedang online. Kucoba untuk memberi support dengan sejuta kata (sok bijak) yang kupilih, lumayan banyak ucap kulemparkan, jawabannya?
"Gw gak bisa mikir!" deggg...biasanya aku akan langsung meninggalkan obrolan seperti itu, tapi kali ini aku bertahan, semoga dia bisa sedikit tenang dengan membaca kata kataku kembali, tapi jawabannya tetap sama!
"Gw gak bisa mikir, gw belum siap menerima kabar terburuk,makanya HP gw matiin!"
Kugapai tiada kudapat, bak peluru tiada bermusuh, sunyi di medan lagaku, sepertinya rasa ini adalah perjalanan panjang, sepanjang keinginanku untuk berbagi beban, menenangkan kalutnya, namun jarak terbantang jutaan kilo, tak mungkin kutempuh perjalanan dalam sekejap, aku terhenyak. Haruskah keadaan ini dia lalui seorang diri, diam termenung berteman kalut? hingga rasaku habis merenungi penjuru waktu, yang hanya terpena di hati, maafkan aku sahabatku, hanya doa tulus terikhlas yang sanggup kulafalkan, semoga bundamu diberi kesembuhan.
Halilintar menggelegar, daun-daun berguguran, langit biru menghilang, burung-burung tinggalkan sarang, rintik hujan berjatuhan, pohon tumbang tercabut dari akarnya, awan hitam semakin mengambang, kulangkahkan kaki menuju cakrawala insyaf dan sadar atas khilafku, ya Rabb ampuni aku, betapa selama ini aku terlena, betapa selama ini begitu sedikit kebahagiaan yang kuberi pada ibuku, padahal begitu banyak waktu dan ruang untukku bisa mengukir senyum di bibirnya, justru kusiakan kesempatan, haruskah menunggu saat dia terbaring tak berdaya baru kubersimpuh dan bersujud memohon untuknya pada Dia? Ah bunda anakmu tak pernah berniat durhaka, tapi kerasnya kehidupan yang penuh dengan tantangan meminta tanggung jawab waktu padaku untuk berjarak denganmu, "Ibu maafkan aku"
Ibu adalah kata tersejuk yang dilantunkan oleh bibir bibir manusia, dan "Ibuku" merupakan sebutan terindah, kata yang semerbak cinta dan impian, manis dan syahdu yang memancar dari kedalaman jiwa, ibu adalah keabadian bagi semua wujud, penuh cinta dan kedamaian.
Ceritakan kepadaku tentang pedihnya kehilangan, yang terbang di atas senja merah, yang menyisakan ngilu yang menikam di dada,dalam derap waktu yang bergegas, agar segera dapat kubaluri hatimu, dengan sejuk bening tulusnya sayangku. Ceritakan padaku tentang perihnya pengorbanan yang membakar habis segenap asamu dan meninggalkan sepotong lara yang mengendap di kalbu, agar kubuatkan rumah di atas awan biru tepat di puncak larik pelangi yang akan kubangun dari setiap desir angin rindu, tapi jangan pernah lagi kudengar sesal bakti pada ibu yang terlambat kita sadari, karena aku tidak pernah bisa berucap apa-apa.
Dalam jeda sesaat mataku menyapu sekeliling ruang kamarku, yang kumiliki kini? pernahkan ayah dan ibu meminta apa apa demi kebahagiaan mereka?t ak pernah kudengar keluh atas sikapku yang penuh khilaf, yang mereka tanya "Apa kau baik saja di sana nak?" dan kudengar nada bahagia saat kubilang aku bahagia, Tuhan jaga selalu kedua orang tuaku, kuikhlaskan semua sisa waktuku, jika mereka meminta baktiku kembali di sampingnya, segunung emas takkan sanggup lunasi jasa seorang bunda.
16/04/2011, 11:20PM
Inspirasi, SMS seorang sahabat, semoga ibumu lekas sembuh, semoga Allah meringankan dan beri terbaik untuk ibumu, amien.
Oleh: Moes Arsyil Ramadhan Afrilla (Profile)
Senin, 18 April 2011
Cintailah Cinta Sesuai dengan Titelnya
Cinta, satu kata apa maknanya? Dari mulai umat terdahulu sampai sekarang pengertian cinta tak habis-habisnya untuk dibahas. Cinta dari seorang yang baru merasakannya sampai kepada masa yang lebih tua sekalipun. Setiap masa dalam kisah cinta pasti mempunyai arti yang berbeda-beda. Cara menyalurkan cintanya pun beragam, dari masa remaja yang baru mengenal cinta dengan sikap pemalu sampai kepada taraf melamar. Sebenarnya cinta yang mana yang mereka akan hendaknya memaknai?
Di dalam sebuah buku yang berjudul ”Hari Merah Jambu” karya Irawati. Beliau seorang anggota FLP (Forum Lingkar Pena). Tertulis dalam bukunya bahwa cinta adalah fitrah manusia, namun cinta sejati seharusnya menuntun manusia untuk lebih dekat kepada Allah SWT.
Cinta yang sudah menjadi fitrah manusia sudah menjadi kehendak Allah SWT.. Allah memberikan cinta kepada hambaNya supaya dapat menjalin ukhuwah islamiyah. Saling mengasihi, menolong dan menasehati dalam hal yang baik adalah wujud rasa cinta terhadap sesama makhluk. Semoga hal yang kita lakukan dengan menggunakan syari’at yang semestinya. Sehingga dengan itu kita dapat lebih mendekatkan diri dengan Allah SWT..
Cinta adalah kondisi yang terjadi di luar kehendak kita. Ia bisa terjadi pada seseorang melalui pendengaran, penglihatan dan lain sebagainya. Menurut DR. Ramdhan Al-Bhuti, perasaan cinta tidak masuk dalam ruang lingkup hukum atau larangan agama yang berkaitan dengan perbuatan mukallaf.
Cinta melalui pendengaran bisa saja terjadi pada seseorang dengan cara perkenalan melalui telepon. Akibat gaya bahasanya yang menarik bisa saja seseorang menjadi penasaran untuk ingin bertatap muka langsung hingga pada akhirnya mereka janjian untuk bertemu. Dan disitulah terjadi transaksi langsung yang mereka menjadi berhubungan dalam ikatan cinta.
Cinta melalui penglihatan sudah tidak asing lagi, hampir setiap orang memahaminya. Seorang yang mencintai, lebih cenderung kepada penampilan yang dicintainya. Kalau orang biasa mengatakan ; ”Dari mata turun ke hati”. Perkataan yang sering dikatakan oleh remaja sekarang. Dilihatnya seorang wanita cantik, langsung hati merasa tertarik. Kondisi ini mungkin pernah di alami oleh semua para remaja karena ini merupakan hal yang wajar.
Perlu dikoreksi semua kebiasaan dan kewajaran yang selama ini kita alami, tak selamanya semua itu sesuai dengan syari’at. Bisa saja itu semua malah membuat kita menjadi semakin terbuai dalam rayuan iblis yang menyesatkan. Tapi semua itu kita rasakan tanpa beban dan terasa nikmat. ”Jangan membenarkan kebiasaan, tapi biasakanlah kebenaran”. Iblis membujuk rayu manusia kedalam nikmat yang sesaat. Hanya iming-iming kenikmatan semata, yang sebenarnya dapat menjauhkan kita dari Allah SWT. dengan meninggalkan sebagian syari’atnya.
Bagi seorang muslim yang sejati, ungkapan; ”Dari mata turun ke hati. Merupakan perkataan yang keliru”. Memang itu merupakan fitrah, tapi kita jangan sepintas untuk memaknainya. Seharusnya ; ”Dari mata naik ke otak dan ditetapkan oleh hati”. Pasalnya pandangan yang kita lakukan harus kita bandingkan terlebih dahulu dengan ketentuan syari’at. Sebaiknya kita berfikir terlebih dahulu, apakah ini di perbolehkan atau tidak? Dengan ini insyaAllah kita tidak akan terbuai dalam rayuan iblis. Sebagai batasannya kita jadikan Al-Quran sebagi barometer.
Imam Ibnu Hazm dalam bukunya ; ”Thauq Al-Hamamah, cinta adalah kecenderungan hati seseorang terhadap wanita (lawan jenis)." Dimasa pubertas kejadian ini bisa terjadi dengan sendirinya. Berkaitan dengan ungkapan DR Ramdhan Al-Buthi, cinta yang terjadi di luar kehendak kita. Meskipun perasaan kecenderungan terhadap wanita terus manghampiri kita, tetapi jangan dijadikan alasan untuk kita menyalurkan hubungan yang tergesa-gesa sambil memberi janji serta mempertahankan mimpi dan khayal.
Ada cerita dari seorang mahasiswi yang telah mengalami kegagalan cinta pertamanya. Dimulai mengalami gejolak cintanya pada waktu pertama kali kuliah. Ketertarikannya dia kepada seorang laki-laki membuat hati jadi tidak tenang. Di waktu melamun dia selalu memikirkan orang yang di cintainya. Jikalau bertemu selalu memandangnya dengan penuh harapan. Padahal laki-laki yang dicintainya tidak tahu bahwa perempuan itu mencintainya.
Berbulan bulan telah berlalu, perasaan wanita itu tak ubahnya begitu. Terlalu sering bertemu, kemudian bercakap-cakap, hingga pada akhirnya mereka mempunyai ikatan cinta. Pada waktu rasa cintanya yang sudah lama terpendam dan kini dapat terungkap pada sasaran yang tepat, hatinya begitu bahagia sampai mengeluarkan air mata. Hubungan mereka dijalaninya dengan keadaan hati yang begitu berbunga-bunga. Sekian lama kisah mereka jalani, kemudian wanita itu memperkenalkannya kepada kedua orang tuanya. Sayang, orang tuanya tidak menyetujuai hubungan mereka. Hatinya menjadi merasa tertekan, jiwa yang tenang menjadi tergoncang.
Masyarakat yang ada pada lingkungannya pun tidak mendukung. Kisah asmara gadis berjilbab yang mempunyai wajah manis ini mulai bebalik arah. Semua angan-angan dan harapan tidak sesuai lagi dengan yang diinginkan. Semua kejadian pahit yang ada di lingkungannya diceritakan kepada sang pujaan hatinya. Dia seorang pria yang arif memahami keadaan kekasihnya.
Dengan nada merayu pria itu berkata: ”Jangan bersedih kekasihku aku akan selalu ada di sampingmu”. Dengan begitu dia akan selalu setia padanya bahkan akan melamarnya. Hati gadis yang malang kini mulai terhibur kembali dengan cara sembunyi-sembunyi, mereka mempertahankan hubungannya. Sampai tiba waktunya mereka lulus dan menjadi sarjana.
Pria yang dicintainya ternyata pergi keluar negeri untuk melanjutkan belajarnya tanpa sepengetahuan sang kekasih. Jelas hati gadis itu terasa sangat terpukul. Air matanya berlinang membahasi pipi. Hampir setiap hari dia mengurung diri di kamar sambil menangis. Sepintas kejadiannya masa lalu ada dalam pikirannya. Tapi sekarang hanya tinggal kenangan semata.
Sungguh diluar dugaan, kejadian yang menimpa dia sulit diterima sebagai kehendak Allah SWT.. Gadis itu menjadi stres dan frustasi. Hati yang amat terpukul merasa tidak rela dengan kejadian yang menimpanya. Pikiran yang aneh-eneh mulai hinggap di otaknya. Untung dia tersentuh oleh cahaya agama. Dengan keimanannya dia bentengi pikiran-pikiran yang menyesatkan. Apakah ini cinta ?
Hubungan yang dulu dijalin dengan penuh rasa cinta kini hanya tinggal kenangan semata. Dengan hubungan yang tergesa-gesa sambil memberi janji serta mempertahankan mimpi dan khayal. Seorang pria yang dulu telah berjanji dengan penuh kepastian kini meninggalkannya. Perasaan ini membuat gadis malang itu seakan-akan tidak mempercayai seorang lelaki lagi. Yang ada dalam pikirannya hanyalah ; ”Menganggap bahwa semua lelaki semua sama”. Sikap yang belum bisa menerima kenyataan adalah wajar, karna masih diliputi rasa was-was dan ketakutan. Pikiran-pikiran negatif yang singgah diotaknya akan selalu ada selama masih diliputi rasa was-was dan ketakutan. Bersyukur, ternyata Allah masih memberi jalan bagi gadis itu. Ia tidak terjerumus berlarut-larut dalam kesedihan.
Kenangan pahit yang menimpanya mulai dilupakan dengan mengisi waktu luangnya untuk kegiatan yang berguna. Di mulai dari senam kesegaran jasmani, membaca buku dan lain sebagainya. Setiap seusai shalat wajib dia tak pernah telat untuk membaca Al-Qur’an.
Pikiran romantis yang menganggap dia adalah segalanya merupakan pemikiran yang berlebihan dan mungkin akan juga berbahaya. Begitu juga yang terjadi pada seorang gadis yang sudah tersentuh virus cinta semua janji serta mempertahankan mimpi dan khayal menjadi kebiasaan seseorang yang mulai jatuh cinta. Padahal semua itu hanyalah pikiran yang berlebih-lebihan yang akan menjerumuskan kedalam tipu daya syetan.
Seorang muslim yang benar-benar berpegang teguh kepada akidah Islam dengan sungguh-sengguh serta di barengi hati yang ikhlas, tidak akan mudah tertipu dengan bujukan hawa nafsu. Walaupun nafsu ini berkata; "Pandanglah” tapi akidah berkata lain; maka seorang yang mempunyai akidah , kita harus mengikuti akidah yang kita miliki ; ”Tundukkanlah”,…. dan kemudian kita menunduk.
Oleh karena itu, jadikanlah cinta sebagai sarana cinta kepada Tuhan. Jika cinta itu tidak menjadi sarana kita semakin cinta kepada Tuhan, maka perlu dipertanyakan. Sehingga jika cinta sebagai sarana untuk mencintai Tuhan maka cinta sudah menjadi titel yang sesungguhnya yakni cinta sebagai fitrah manusia.
Oleh: Mamat Munandar (Profile)
Rembulan pun Ikut Takjub di Porosnya
Malam disinari rembulan di sudut langit, terlihat begitu berkesan. Lalu lalang awan hitam mewarnai sang rembulan. Desiran angin khas terasa menyisir sarung yang kupakai. Lambat laun kumulai suka dengan nyanyian alam ini. Musim kemarau mungkin akan melongok manusia yang tinggal di negri Jamrud Khatulistiwa ini, terbukti angin dengan kecepatan tinggi kadang mewarnai pelataran mushalla mungilku, sehingga debu dan sampah kadang beritikaf khusu di mushallaku itu. Namun, aku suka, karena dapat menyaksikan fenomena alam yang indah. Suara gesekan daun membahana, ranting bertabrakan dengan riangnya, sampah plastik bergoyang menjingkrak di alam semesta, membuat suasana begitu riuh rendah dan mempesona.
Malam itu terasa begitu istimewa, setelah kumengajar mengaji di mushalla mungilku itu, aku bergegas pulang, setapak demi setapak kulalui di jalan yang bergelombang dan agak becek, tiba-tiba dalam perjalanan.
Teng-teng-teng-teng
Bunyi itu sedikit mengagetkanku. Bunyi yang tepat bersumber dari belakangku. Aku tahu, bunyi itu akibat tumbukan antara mangkuk dengan sendok. Bunyi yang seakan menebas kesunyian malam yang gelap, seperti tebasan suara para kiyai yang merontokkan para durjana yang bergelimang dosa. Bunyi itu pun yang mampu mengalihkan pandanganku ke belakang. Aku melihatnya, dan ternyata seorang bapak tua yang sedang memikul harapan rezeki dipundaknya yang mulai rapuh dan lusuh itu. Ya, seorang bapak tua yang berjualan sekoteng.
Jalannya begitu semangat sekali tak ada rasa lelah yang nampak, tak menghiraukan beban yang berada dipundaknya. Dengan topi butut yang berada di kepalanya, sembari tangan kanannya mengetuk-ngetuk sendok ke mangkok sebagai alarm khas penjual sekoteng. Yang aku tahu, beliau berumur lebih dari lima puluh tahun, hal itu tampak dengan banyaknya guratan dan rambut putih yang mengeroyok seluruh tubuhnya
“De, sekoteng?” dia menawariku dengan hangat sambil matanya yang sayu menatapku sedikit tajam.
“Oh… ya pak, boleh, satu mangkuk ya pak” kubalas sorotan matanya dengan senyumanku yang ringan. Lalu ia pun tersenyum, sambil handuk yang membelenggu lehernya diusapkan ke jidatnya yang banjir dengan peluh keringat.
Dengan sergap, bapak tua itu mengambil mangkuk, dan meramu sekoteng agar enak di makan olehku. Aku sempat tersenyum dalam hati, di tengah perjalanan kumenemukan seorang yang membuatku takjub, walaupun kuharus berhenti sejenak untuk memakan sekotengnya. Entah syndrome apa yang bergelanyut dalam hatiku, semenjak aku mengenal dunia dengan segala kejadian-kejadian yang membuatku berpikir, aku sering sekali merasa takjub dengan orang-orang yang membanting tulang seperti bapak tua yang satu ini, dahulu aku sering takjub dengan tukang becak, tukang bakso, tukang kuli, sampai tukang penjual areng. Aku salut dengan sosok-sosok mereka, bahkan tak jarang pula aku malu dengan kegigihan mereka dalam mencari rezeki di dunia ini sebagai rasa bersyukur kepada Tuhan.
“Pak, dari mana aslinya?” kumulai membuka pembicaraan agar malam yang sunyi itu terhampiri dengan kalimat silaturahmi.
“Dari Ciamis de, klo ade sendiri dari mana aslinya” Persis seperti asal daerahnya, logat bahasa sunda menempel lekat dalam lidahnya, seperti biasa orang sunda selalu menghadirkan keramahan dan kesopanan dari cara bertutur bahasa.
“Saya dari Cirebon pak, tapi sudah lama di Bekasi, bapak dari jam berapa jualan pak?” kucoba melanjutkan wawancaraku dengan bapak tua ini. Aku ingin menyerap ilmu kehidupan darinya dengan pertanyaan-pertanyaanku. Kumelihat wajahnya merunduk sambil terlihat malu-malu menjawab pertanyanku yang terlihat simple.
“Dari jam 4 sore de” jawabnya singkat
“Oh… terus sudah berapa yang beli pak?” kucoba bertanya yang sedikit rahasia, maklum ingin tau dan mengerti bagaiamana perjuangan hidupnya.
“Mmm… Alhamdulillah sudah dua yang beli, ade orang yang ketiga yang membeli sekoteng saya” senyumnya kembali lepas, sambil merunduk dan memberikan semangkuk sekoteng kepadaku.
Ya Allah… dari jam 4 sore hingga kini jam 9 malam ia baru mendapatkan pelanggan tiga. Namun, bapak tua ini masih berkata “Alhamdulillah”, tanpa ada kata mengeluh sedikit pun. Raut wajahnya yang tampak terlihat bahwa bapak tua ini sangat ikhlas dengan takdir hidupnya saat ini. Sekali-kali kumelihatnya saat kumenikmati sekoteng, tampak ia membereskan peralatan yang sudah dipakai, dan kadang ia melepas keletihannya dengan menghirup udara dalam-dalam.
Kawan, lihatlah bapak tua ini yang sanggup mengarungi bukit kehidupan yang kadang tak selamanya indah. Kadang pula bukit membuat orang merasa was-was, dan tak banyak orang yang tergelincir ke dalam kawah yang mengerikan. Itu lah kehidupan Kawan, laksana berjalan di ujung bukit, indah namun sering kali rintangan menghampiri. Dan hanya orang yang gigih dan kuatlah yang sampai di stasiun keindahan yang sejati. Orang yang kuat bukanlah orang yang bisa mengangkat berton-ton besi, atau bukan juga orang yang pasrah yang mau mengangkat beban penderitaan kehidupannya, namun yang kupahami orang yang kuat adalah orang yang seperti bapak tua ini, yakni yang menjalankan kehidupannya tanpa mengeluh, bahkan bersyukur dan penuh jiwa kesabaran dan ketawakalan, inilah kesatria sejati Kawan!
Awan mulai menyingkir di pelukan rembulan, sehingga membuat rembulan pun melotot dengan cahaya yang menawannya, saat kumenatap ke langit-langit tampak rembulan tersenyum, senyuman rembulan itu kuyakin dibingkiskan kepada bapak tua itu, rembulan rupanya bangga dengan bapak penjual sekoteng ini. Jarang dan bahkan langka orang yang seperti ini, sehingga rembulan pun ikut takjub di porosnya.
Kusodorkan uang untuk membayar satu mangkuk sekoteng, ucapan terimakasih lah yang terucap dari mulutnya yang sunyi. Hanya sebuah doa yang bisa kupersembahkan kepadanya, doa yang kuungkapkan dalam relung hatiku yang terdalam, doa sebagai makhluk Allah yang penuh dengan pengharapan, dan doa dari hamba yang lemah dan penuh dosa ini, “Ya Tuhan, kutau takdirMu adalah keindahan, semua orang akan berjalan dengan takdirMu yang kadang membuat orang murka, senang, maupun bahagia, namun yang pasti Tuhan, bapak tua penjual sekoteng ini menjadi saksinya bahwa ia amat bangga dalam mengikuti takdirMu, maka kumengharapkan kepadaMu agar Engkau selalu memberi ketabahan hati dan kekuatan jiwa untuk selalu tersenyum dalam rentetan takdirMu, amin”.
Oleh: Adi Nurseha Saduki (Profile)
Sabtu, 16 April 2011
Cintanya Cintamu Cintaku
Semburat merah cakrawala, menyisir plataran bumi serta dedaunan petang hari yang beranjak senja. Ketika hari dan surya makin terpojok oleh malam serta bulannya, Engkau menunjukan tanda-tanda keagungan singasanaMu yang Maha. Andai berkenan, kukutip beberapa alunan puisiMu yang terlantun indah.
“Dia menciptakan langit dan bumi…”, "Dia menutupkan malam atas siang dan menutupkan siang atas malam serta menundukkan matahari dan bulan…”, "Ingatlah Dialah Yang Maha Perkasa lagi Maha Pengampun”.
Halus dan kasar, keras dan lembut, panjang dan pendek, kecil dan besar, jauh dan dekat, tebal dan pipih, senang dan sedih, dingin dan panas, lapang dan sempit, gelap dan terang, siang dan malam, hitam dan putih, baik dan buruk, tua dan muda, hidup dan mati, dan akhirnya, Pria dan Wanita.
“Dan Kami jadikan kamu berpasang-pasangan", “Segala sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengingat kebesaran Allah”
Sewaktu pilu dalam rinduku mengetuk, sempat kutulis setinta kata dalam benakku. Wahai engkau yang berwajah ayu, kumohon bingkai piluku dengan katamu, rangkul aku dengan senyummu. namun, biarkan aku terlelap dalam cintaNya.
Duhai perempuan, tutup rapatlah mataku dengan diammu
Aku amat takut jika bayangmu jatuh ke hati lewat mataku
Aku amat takut jika manis kasihmu mengalahkan manis cintaNya
Aku amat takut jika…
Duhai perempuan
Jangan bunuh rasa yakinku dengan keanggunanmu
*In The Middle Of Night
November 11th, 2008
Oleh: Alkindijunior (Profile)
Data Diri Mamat Munandar
Nama
Mamat Munandar
TTL
Sumedang, 28 Oktober 1990
Jabatan Website
Penulis
Alamat
Dusun Pangakalan-Panis RT 02/09 Desa Mulyamekar Kec. Tanjungkerta. Sumedang 4535
Jumat, 15 April 2011
Kuingin Obati Laramu
Terengah desah nafasmu
Terseok langkah kakimu
Apakah gerangan yang terjadi
Duhai kekasih hati...
Bulir-bulir lembut mulai jatuh
Berderai di antara tetesan peluh
Terbata kau coba ucapkan kata
Seraya menahan perihnya lara...
Kasih... mampukah diri ini...
Sedikit mengobati
Lara yang kini menyiksa
Lara yang membuatmu merana...
Kala tatap matamu kian sayu
Getar rapat bibirmu isyaratkan pilu
Lukiskan perihnya lara
Yang hadir menampar jiwa...
Kini... lunglai tubuhmu kian layu
Terhempas di padang perdu
Gaungmu kembali sepi
Lenyap di telan sunyi...
Kasih... tak kuasa kumenahan duka
Tak kuasa melihatmu terluka
Ijinkan aku berlari memeluk nadi
Membawamu ke negeri tersembunyi...
Kan kuracik ramuan asa
Dengan percikan rahasia cinta
Kan kutaburi benih-benih rindu
Dengan kelembutan kasih nan biru...
Kan kuhapus segala duka
Kan kutepis perihnya lara
Dengan segumpal kasih dalam jiwaku
Kuingin obati laramu...
HK, 10 April 2011
Oleh: Khasanah Roudhotul Jannah (Profile)
Kamis, 14 April 2011
Wanita Tangguh Apa Harus Tomboy?
“Ajari aku tuk jadi wanita tangguh
Mungkin terlalu lama aku telah bersembunyi
Menatap matahari pun aku tak mampu
Udara malam pun terlalu menusuk langkahku
Di persembunyian aku bernyanyi
Di persembunyian aku menari
Wanita tangguh…“
Masih ingat bukan dengan lagu tersebut? Ya meskipun saya edit sedikit liriknya :D Sebenarnya apa sih arti tangguh itu? Kita sering sekali mendengar kata tangguh dipakai orang untuk menyebut seorang pria yang bertubuh kekar seperti Ade Ray yang pandai menumbangkan lawan-lawannya dengan sekali pukulan. Desigggg….. Wiiih tangguh banget tuh cowo, Sambil mata melotot dan mulut menganga.
Ah tidak juga, tak selamanya tangguh berkaitan erat dengan otot tapi otak juga. Bukankah setiap permasalahan tak akan selesai hanya karena otot saja? Tapi perlu kematangan otak juga dalam mengatur strategi mencari jalan keluar secara bijak. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), tangguh dapat diartikan sebagai sukar dikalahkan (kuat), tidak lemah (pendirian), tabah dan tahan (menderita), serta kukuh.
Wanita tercipta sebagai makhluk yang sangat halus dan lembut perasaannya. Maka tak heran bila banyak anggapan bahwa wanita adalah makhluk yang lemah dibandingkan lelaki karena wanita lebih mengutamakan perasaannya daripada logikanya. Satu-satunya senjata wanita yang paling ampuh adalah menangis. Entah berapa ribu tetes air mata yang sering diteteskan sehari oleh wanita kala hatinya gundah dan lara. Benar ga ya? :D
Wanita identik dengan menangis dan mengeluh, tak jarang kita jumpai di status-status para wanita symbol seperti ;( -_- “_” dan symbol lainnya yang mengungkapkan bahwa dirinya sedang dirundung nestapa, tak terkecuali saya, hehehe.
Sedih itu ada sebagai pelengkap bahagia. Tak ada kesedihan bila tak ada bahagia. Bukankah Allah ciptakan alam semesta lengkap dengan isinya yang berpasang-pasangan?
Lantas apa hubungannya dengan ketomboyan ya? Hmm... Tomboy merupakan suatu sikap seorang wanita yang menyerupai lelaki, baik dari segi penampilan maupun perangainya. Terkadang tomboy banyak dipilih oleh sebagian wanita untuk menunjukkan bahwa dirinya bukanlah makhluk lemah. Tak ada istilah menangis dalam kamusnya, tak ada istilah mengeluh, atau aktivitas sebagainya yang dilakukan wanita pada umumnya. Ah sungguh meruginya dirimu andai memilih menjadi wanita tomboy. Padahal Islam sangat memuliakan wanita dan pundi-pundi pahala mudah sekali wanita raih meskipun dalam pandangan manusia apa yang dilakukan hanya amalan kecil. Dan alangkah meruginya dirimu andai terlalu memaksakan untuk membekukan air matamu seumur hidupmu. Air mata adalah nikmat tak ternilai dari-Nya yang juga harus dimanfaatkan.
Tangguh tak mesti mengubah jati dirimu menjadi seperti lelaki. Dan untuk bersikap lemah lembut, lelakipun tak perlu menjadi seperti wanita. Yang dilihat bukan wujudnya kan ya tapi amalannya. Jika dirimu ingin menjadi wanita tangguh, bercerminlah pada Ibumu. Dialah wanita tertangguh di dunia. Dan lihatlah apakah ia mengubah keanggunannya menjadi sebuah ketomboyan? Ga kan? Dia tetap menjadi wanita yang tangguh saat sembilan bulan harus membawa kita kemana-mana dan saat harus merawat kita saat lahir hingga sebesar ini. Belum lagi mengurus urusan yang lainnya. Atau membantu keuangan keluarga dengan bekerja sampingan. Ah sungguh ketangguhan itu tak selalu identik dengn kekuatan fisik semata, tapi kekuatan mental dan hati kita dalam menghadapi kehidupan ini. Mulailah bijak dalam meneteskan air mata, jangan keseringan dan jangan pula terlalu pelit. Menangislah jika dirimu tidak bisa menangis. Berarti ga normal tuh hehehe.
Yuk jadi wanita yang tangguh, yang tak mudah putus asa, dan tak gampang menangis hanya karena masalah yang masih bisa diselesaikan tanpa harus menitikkan air mata tanpa mengubah identitas kita sebagai makhluk Allah yang bernama wanita.
“Sesungguhnya kekuatan itu ada pada diri kita sendiri, namun terkadang kita yang tak mau menggalai potensi kekuatan itu hingga ia lama membeku dan hanya bisa bersemedi dalam tubuh kita”
Note: Teruntuk rekan-rekan semua yang sedang belajar menjadi wanita tangguh, terutama sebagai motivasi untuk diriku sendiri yang tengah proses menuju ketangguhan yang sesungguhnya ^_^
Semoga bermanfaat…
Oleh: Yopi Megasari (Profile)
Rabu, 13 April 2011
Kau Bukan Pemenang
Lelah...
Rasa itu yang kurasa di ragaku
Jenuh itu yang hinggap di jiwa
Jiwa dan ragaku melebur dalam hujatan diri
Kau tau kawan...
Ada sosok baru menghantuiku
Aku ingin bercerita banyak padamu
Tentang siapa dia yang jadi tanya hatiku
Bukam kupilih bungkam dalam diam
Lidahku kelu dalam kunci bibirku
Bagaimana kubisa bercerita
Dia masih misteri dengan sejuta tanya dia siapa
Yang begitu ketat mengurungku dalam setiap desah nafasku
Kurayapi sekujur kesepianku
Mengundang angan dan sengat kumbang
Mata bintang yang diam dan berkelesatan
Menyuguhi harapan di semesta lenggang
Sampai kasih dan ingin terbentang
Membujuk pengembara merakah
Yang tenggelam di bawah kubang resah
Di mana dia yang datang sesaat lalu
Membujuk arah pengembara merambah
Terus mewangi aroma bunga cinta sampai ujung hari
Membangkitkan gairah sang pencinta dalam darah
Yang menentangkan kesenyapan sendiri
Dalam batas asa kumengagumi sesok diri membaui
Dan membenamkan dua serpihan bintang
Yang memancarkan pesona terang
Ia selalu memintaku melukiskan kisah yang ada
Atas cinta terperi di dinding-dinding hati
Kami hanyalah para pecinta mengharap sejati
Bersama berkelana dari waktu-kewaktu
Akhirnya kusadari
belum saatnya kuraih cinta asmara
aku belum pantas dicintai
karena kubelum bisa mencintai...
Heyyy kau sosok asing
Loe belum menang sampai detik ini
Aku takkan pernah bisa kau taklukan
Sama seperti ucapmu yang lalu
Takkan ada yang mampu runtuhkan hatimu
Angkuhmu beradu sombongku
Selamat tinggal cerita kita!!!
Sku takkan mengaku kalah dalam permainan rasa
Kau bukan pemenang...
12/04/2011
Oleh: Moes Arsyil Ramadhan Afrilla (Profile)