Hidup mewah tak menjamin segalanya. Tanpa kelengkapan keluarga, semuanya tiada berarti.
Ini bukan kisah anak yang broken home atau anak jalanan, ini hanyalah sebuah kisah nyata tentang perjuangan sebuah keluarga tak utuh yang berusaha berjuang hidup di tengah-tengah ketidakutuhan tersebut. Sebut saja dia Jujang, seorang anak yang baru saja berusia satu tahun setengah yang harus merasakan pahitnya kehidupan tanpa seorang ayah sejak lahir. Kukenali dia dan kakaknya yang bernama Anti di Play Group tempatku mengajar, dan kebetulan Anti adalah anak didikku, sedang Jujang dititipkan di bawah Ruangan tempatku mengajar, di tempat penitipan Bayi.
Anti anak yang cukup cerdas dan dapat dikatakan tak nakal atau tidak badung seperti anak-anak lain yang aktif, yang kadang membuatku pusing dengan tingkah mereka. Setiap pagi ia dan adiknya, Jujang diantar oleh seorang lelaki yang mungkin usianya beberapa tahun diatasku. Sekilas memang tak ada yang istimewa dari mereka, namun bagiku mereka adalah orang-orang yang sangat hebat, LUAR BIASA, terutama ibunya.
Seorang wanita yang harus siap menerima takdir hidupnya membesarkan kelima anaknya tanpa sang suami. Karena sang suami telah lebih dulu dipanggil Allah di saat anak-anaknya masih sangat membutuhkan perhatian lebih dari ayahnya terutama Jujang yang baru saja merasakan hawa panas dunia kala itu. Anak pertama berusia sekitar 20 tahun lebih, anak kedua 12 tahun, anak ketiga 6 tahun, anak keempat 4 tahun, dan anak terakhir baru berusia satu tahun lebih. Ah sungguh Maha Besar Allah, yang telah menjaga dan memberi kekuatan kepada mereka hingga sampai saat ini masih bisa bertahan hidup di tengah-tengah kekejaman dunia. Satu yang kukagumi dari keluarga ini adalah ketegaran dan kekompakkan mereka.
Sebelum Jujang dan Anti bergabung dengan kami, ketika Ibunya mengajar, kakak-kakaknya silih berganti mengasuh Jujang yang masih berusia satu tahun lebih. Termasuk Anti dan kakaknya yang masih berusia 6 tahun. Subhanallah... terkadang kedewasaan bisa timbul sebelum waktunya dengan dihadapkan pada keadaan yang sulit.
Pernah suatu hari saat menunggu penjemputan Anti dan Jujang, Anti berkata padaku.
“Ibu, ibu Anti juga bisa nyanyi lho...”
“Nyanyi apa?”
“ Gini nih... Syukuri apa yang ada, hidup adalah anugerah. Tetap jalani hidup ini, melakukan yang terbaik. Tuhan pasti kan menunjukkan kebesaran dan kuasa-Nya. Bagi hambaNya yang sabar dan tak kenal putus asa...“
Hmm... sebuah lirik lagu D’massive yang sering kudengar, namun entah mengapa saat dinyanyikan Anti membuat hatiku tersayat-sayat. Ada sesuatu yang seperti merobek ulu hatiku. Ah tau dari siapa anak itu lagu tersebut, dan mengapa lagu itu yang diajarkan pada anak seusia dia, padahal seharusnya dia hafal lagu-lagu ceria seperti balonku atau pelangi. Apa mungkin kakak-kakaknya mengajarkan ia untuk jangan menyerah dengan kehidupan seperti judul lagu tersebut.
Hampir setiap hari, di sela-sela proses belajar, lagi-lagi ia bercerita tentang ayahnya padaku dan pada teman-temannya.
“Ayah Anti ganteng, baik lho. Tapi udah meninggal”
Begitulah setiap hari kudengar celotehan polosnya. Tak ada raut kesedihan sdikitpun dari wajahnya. Ya, namanya juga anak-anak. Mungkin yang dalam pikirannya, bahwa ayahnya akan kembali lagi menemaninya. Ah Anti Anti, kau membuat air mataku yang telah lama beku kini mencair dengan lembutnya di pipiku.
Betapa aku harus sangat bersyukur masih memiliki kedua orang tua yang utuh. Di mana saatku merindukan mereka, aku tinggal mencium tangannya. Sedangkan ia, harus mencium nisan ayahnya. Ah Anti, kuyakin ayahmu di sana akan bahagia melihat anak-anaknya tumbuh menjadi anak yang baik sepertimu dan kakak-kakakmu. Ah membuatku tersadar, sudahkah aku memberi yang terbaik untuk ayah dan ibu? Hingga sebesar ini mungkin aku lebih banyak membebani mereka.
Ayah, Ibu tak ingin lagi kubiarkan waktuku terbuang percuma untuk menyakitimu dan mengecewakanmu.
“Jangan bersedih sayang, kau punya Allah. Jangan takut sayang, kaupun masih punya Ibu yang sangat menyayangimu. Jangan resah sayang, qda kakak-kakakmu yang kan melindungimu. Kelak ketika kau besar, jadilah anak kebanggaan ayah dan ibumu”
“Ciptakan kebahagiaanmu dan orang lain dengan tanganmu sendiri, jangan menunggu orang lain mau berbagi kebahagiaan untuk dirimu. Bahagia itu milikmu, dan kamulah yang kan membagikan kebahagiaan itu pada orang lain. Sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang mau berikhtiar.”
Oleh: Yopi Megasari (Profile)
Ungkapan Mutiara
Kamis, 17 Maret 2011
Ah Anti, Kau Mengiris Hatiku
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar