Tengadahku berpaling ke langit, menuggu ada yang jatuh dengan merentangkan kedua telapak tangan. Lumayan lama, tapi setetes-dua tetes yang ditunggu tidak pernah ada. Terganti dengan lirikan matahari yang sewot ke arahku, aku balik menatap tajam ke arahnya, kesal kenapa panasnya begitu menyiksa.
"Kenapa sih nunggu hujan mulu?" Disampingku ada yang bertanya heran.
"Sudah selayaknya bukan? Kota Hujan itu menurunkan hujan, tidak gersang seperti ini"
"Haha, segalanya sudah berubah sekarang. Mungkin ini pembalasan dari Ibukota, akibat hujan yang selalu dikirimkan Kota ini kesana"
"Lucu ya, selalu kepanasan kayak gini? aku jadi takut, jangan-jangan atmosfir di Kota ini benar-benar sudah berubah. Paraaaah" Aku meringis yang kesekian kalinya, panas banget!.
"Haha...nikmati aja, lumayan jemuran jadi cepat kering. Dan sepatu-sepatu juga tidak terlalu becek seperti biasanya"
Aku berpaling lagi ke arah langit, menerawang mengingat masa-masa kejayaan hujan. Masa ketika tanpa payung di ransel, dengan pedenya berlari di tengah hujan tanpa peduli dikatakan 'autis' oleh teman-teman. Masa ketika memilih berteduh menuggu reda, sambil mengalun ritme hujan yang khas, aromanya yang basah, serta segudang cerita diantara orang-orang yang saling terjebak menunggu reda. Aku rindu semua itu, hawa dingin nan sejuk, yang selalu mendinginkan hati dan otak ketika urusan dunia seketika berubah menjemukan.
"Udah, nangis aja kalo mau" Dia kembali mengajakku berdialog.
"heh?"
"Kebanyakan penggemar hujan selalu mewakilkan sedihnya lewat tetesan hujan, berhubung sekarang tidak ada kepastian lagi kapan hujan akan turun, cukup pake air mata aja kalo sedih. Apa susahnya sih?"
"Hei, do you forget? Air mata aku mahal tau..haha"
"Jiaaah, kamu bukan Suzu Aizawa, ga usah sok kuat gitu deh"
Mukaku jadi masam, Sok kuat katanya? aku? huh not different as usual, so annoying!!!
"Hubungan sebab-akibat barangkali yak? masih percaya?" Aku malah menodongnya dengan pertanyaan.
"Heh? what do you mean?"
"Iyah, sebagai media pembelajaran. Kemaren-kemarin dikasih hujan, manusia masih banyak ngeluh. Sekarang giliran dikasih panas, manusia masih tetap mengeluh"
"Lalu?"
Yes, aku senang membuatnya heran, dan sedikit menunggu kelanjutan penjelasannku.
"Lalu, apa yaaa?"
"Paraaah, hei??" i like this condition, when you anxious.
"Ummm, jadi manusia bisa belajar banyak hal dari dua kondisi yang berbeda itu. Sambil memanage perasaannya sendiri, cuaca kan salah satu yang mempengaruhi mood. lantas mood berlanjut ke sikap, sikap jelas akan terbawa di lingkungan sekitar. Jadi masuk akal bukan jika cuaca panas sekarang merupakan bagian dari sebab akibat..hehe"
"Bisa sih, bisa salah bisa bener...haha, kesetrum mahluk bijak yaa?"
Aku hanya tersenyum singkat, -terserah deh- Angin di sekitarku mulai terbang ke segala arah, lumayan. Terik siang hari jadi sedikit bernuansa sejuk.
"Umm, ada juga ya yang sedih tapi ga pake nangis. Kenapa sih? perempuan lebih manusiawi dengan air mata loh" lagi-lagi dia.
"Kayaknya cocok deh jadi reporter"
"Jawab ga?"
"Sebenarnya yaa, sebelumnya janji ga bakal kaget."
"Apaan?"
"Janji dulu ga bakal kaget.." Tegasku,
"Iyaiya, janji!!"
"Sebenarnya, aku punya perjanjian dengan alam semesta, khususnya tentang gravitasi. Jadi ketika aku sedih, alam semesta membantuku melawan gaya gravitasi, mengakalinya hingga tidak ada air mataku yang jatuh. Jadi buat apa juga aku menangis, terkadang menangis bukan ungkapan kesedihan yang baik. Menangis hanyalah media untuk membuat hati jauh lebih lega, tidak perlu sedih, tidak perlu menunggu masalah datang. Lalu hujan, aku lebih senang memilihnya meluruhkan seluruh sedihku..haha"
"haha, selaluuuu...koq ada mahluk melankolis macam kamu!!!"
"haha"
Untuk sang maha pemberi hujan,
Terima kasih.
Telah mengirimkan hujan sebagai arenaku tersedu sedan,
Menguatkan diri,
Menempa semangat di antara genangan masalah yang ada.
Belajar dari terpaan hujanMu untuk lebih arif lagi.
Untuk sang maha pemberi terik,
Terima kasih.
Telah mengirimkan matahari lengkap dengan teriknya.
Melatih kemampuanku,
memberikan keberanian di antara kerumitan hidup,
menguji hati untuk terus belajar memahami.
Tidak takut akan apapun.
UntukMu,
Alhamdulillah...
Segala puji yang tak terhingga..
*Diantara kekosongan inspirasi, terciptalah tulisan ini...:D semi cerpen yang serba nanggung..haha
Oleh: Ana Falasthin Tahta Alfina (Profile)
Ungkapan Mutiara
Sabtu, 19 Februari 2011
Rain
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar