Tetes pertama hujan pertama, saat aku tengah mendongak ke arah langit yang mendung, saat semua langkah saling bergegas, saat angin berhembus lebih kencang, saat atmosfer panas mengaku kalah dan menyerah. Lalu tetes pertamanya jatuh, menjelma sebagai rintik yang menjadi musik favoritku, hingga aku lupa bagaimana rinainya mampu melepas seluruh kesalku, seluruh jenuhku, seluruh amarahku. Tanpa sadar langkahku hendak menerobos, aku ingin pulang tanpa payung yang menaungiku. Tapi, langkahku tiba-tiba menjadi sulit, seperti ada yang menahanku dari arah belakang.
"Hei, dereees loh, ngaco mau hujan-hujanan" Aarrrgh dia lagi. Menarik ranselku tanpa dosa.
"Lepasin!!!ga usah ikut campur urusan orang, hadaaaaaaaah!!!" tatapku sewot ke arahnya.
"Tunggu reda dikitlah kalo mau nge-autis, biar ga aneh juga diliat orang lain"
Haaah, aku menghela nafas panjang, selalu, selalu, selaluuu, ingin aku jual saja orang ini.
"Seneng ga?"
"Kenapa?ga suka ngeliat aku seneng?heh?" Percuma mengabaikan larangannya, percuma aku juga tidak akan bisa lari menerobos hujan. Kini aku hanya bisa menunggu hujan sedikit reda, disampingku dia berceloteh banyak hal yang tidak penting.
"Lu tau ga?"
"Ga!!"
"hahaha, makanya gue kasih tau. Ummm, kadang hujan menginsipirasi gue buat jadi orang kaya"
"heh?" pikiran anehnya mulai berfungsi.
"Yup, pernah ga ngebayangin air hujan itu kayak duit, makin banyak duit yang jatoh makin banyak yang bisa gue lakuin, ngebantu orang lain, nambahin beban berat amal gue di akhirat ntar"
"Gue pengen ngehilangin sekat-sekat yang makin banyak terbentuk di Negara ini, ga ngehilangin deh tapi minimal bisa mengurangi, gue pengen banget"
Aku menghela nafas mendengar ocehannya, memperhatikan ke arah langkah-langkah yang berlari menghindari hujan. Berbicara pelan, mengikuti jalan pikirannya,
"Aku juga pengen kaya, minimal kaya hatilah. Tapi aku juga beneran pengen kaya harta, bisa ngebantu kesulitan orang lain, nerapin sistem 'Pay Forward'"
"Eh?"
"Yup, jadi kalo orang yang aku bantu pengen ngebales bantuanku, dia cukup ngebantu orang lain dikesempatan lainnya terus nerapin sistem yang sama. Aku pengen nyiptain jaringan shadaqah..hehehe"
"Aku juga pengen bikin Ensiklopedia Zone, kayak perpus tapi lebih komplit. Di dalamnya bisa didapet informasi paling update tentang ilmu pengetahun, penemuan terbaru, perihal astronomi, sampai sejarah. Untuk politik dan ekonomi aku rasa sudah banyak yang mengekplor, aku tidak akan mengembangkannya lagi..hahaha"
"Terus, di sampingnya aku pengen punya lab bahasa sendiri. Khusus bahasa Arab, lengkap dengan Tajwid Quran, lengkap dengan pembinaan kaligrafi, lengkap dengan semua hal yang beraroma Quran"
"Dan semuanya gratis buat semua orang..hehehe"
"Gimana? Gila mana sama keinganmu itu?hahaha"
"Hahahaa, emang. Lu itu jauh lebih gila dari gue..hahaha"
"Makanya, harus beneran kaya dulu khan buat ngewujudin ide gilaku itu..hahaha"
Hujan makin mereda, tapi rintiknya masih terpatri jelas di pemandangan depanku. Seakan turut mendengarkan percakapan kita berdua, sesekali kilat menyambar dengan suara petirnya yang menggelegar. Turut mengamini keinginan kita berdua kah?
"Hei, hujan udah agak reda. Jangan narik tasku lagi, kali ini ga ada yang bisa menghalangiku lagi" Aku mulai bersiap pergi.
"Hehe, siapa juga yang mau menghalangi. Cepet pergi gih...Met kangen-kangenan ama hujan lu itu"
"Hei?"
"What?"
"Janji ya kalo udah kaya, minimal lu harus ngurangin banyak sekat itu. Bantuin gue..hahaha"
"Dan janji ya, ga lupa ama janji yang hari ini kamu buat barusan. Ingetin aku buat nepatin ntu janji. hehe" Ucapku sebelum bergegas.
"Hei, sampein ya buat hujan lu itu. Makasih buat inspirasinya hari ini, alunan musiknya gue suka"
"Yooo" Jawabku sebelum benar-benar berlari menembus hujan.
"Dear Rain, welcome at our city. Save our promise, and remember us for realize it" Bisikku lirih.
Oleh: Ana Falasthin Tahta Alfina (Profile)
Ungkapan Mutiara
Senin, 28 Februari 2011
Rain (Again)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar