Tetes pertama hujan pertama, saat aku tengah mendongak ke arah langit yang mendung, saat semua langkah saling bergegas, saat angin berhembus lebih kencang, saat atmosfer panas mengaku kalah dan menyerah. Lalu tetes pertamanya jatuh, menjelma sebagai rintik yang menjadi musik favoritku, hingga aku lupa bagaimana rinainya mampu melepas seluruh kesalku, seluruh jenuhku, seluruh amarahku. Tanpa sadar langkahku hendak menerobos, aku ingin pulang tanpa payung yang menaungiku. Tapi, langkahku tiba-tiba menjadi sulit, seperti ada yang menahanku dari arah belakang.
"Hei, dereees loh, ngaco mau hujan-hujanan" Aarrrgh dia lagi. Menarik ranselku tanpa dosa.
"Lepasin!!!ga usah ikut campur urusan orang, hadaaaaaaaah!!!" tatapku sewot ke arahnya.
"Tunggu reda dikitlah kalo mau nge-autis, biar ga aneh juga diliat orang lain"
Haaah, aku menghela nafas panjang, selalu, selalu, selaluuu, ingin aku jual saja orang ini.
"Seneng ga?"
"Kenapa?ga suka ngeliat aku seneng?heh?" Percuma mengabaikan larangannya, percuma aku juga tidak akan bisa lari menerobos hujan. Kini aku hanya bisa menunggu hujan sedikit reda, disampingku dia berceloteh banyak hal yang tidak penting.
"Lu tau ga?"
"Ga!!"
"hahaha, makanya gue kasih tau. Ummm, kadang hujan menginsipirasi gue buat jadi orang kaya"
"heh?" pikiran anehnya mulai berfungsi.
"Yup, pernah ga ngebayangin air hujan itu kayak duit, makin banyak duit yang jatoh makin banyak yang bisa gue lakuin, ngebantu orang lain, nambahin beban berat amal gue di akhirat ntar"
"Gue pengen ngehilangin sekat-sekat yang makin banyak terbentuk di Negara ini, ga ngehilangin deh tapi minimal bisa mengurangi, gue pengen banget"
Aku menghela nafas mendengar ocehannya, memperhatikan ke arah langkah-langkah yang berlari menghindari hujan. Berbicara pelan, mengikuti jalan pikirannya,
"Aku juga pengen kaya, minimal kaya hatilah. Tapi aku juga beneran pengen kaya harta, bisa ngebantu kesulitan orang lain, nerapin sistem 'Pay Forward'"
"Eh?"
"Yup, jadi kalo orang yang aku bantu pengen ngebales bantuanku, dia cukup ngebantu orang lain dikesempatan lainnya terus nerapin sistem yang sama. Aku pengen nyiptain jaringan shadaqah..hehehe"
"Aku juga pengen bikin Ensiklopedia Zone, kayak perpus tapi lebih komplit. Di dalamnya bisa didapet informasi paling update tentang ilmu pengetahun, penemuan terbaru, perihal astronomi, sampai sejarah. Untuk politik dan ekonomi aku rasa sudah banyak yang mengekplor, aku tidak akan mengembangkannya lagi..hahaha"
"Terus, di sampingnya aku pengen punya lab bahasa sendiri. Khusus bahasa Arab, lengkap dengan Tajwid Quran, lengkap dengan pembinaan kaligrafi, lengkap dengan semua hal yang beraroma Quran"
"Dan semuanya gratis buat semua orang..hehehe"
"Gimana? Gila mana sama keinganmu itu?hahaha"
"Hahahaa, emang. Lu itu jauh lebih gila dari gue..hahaha"
"Makanya, harus beneran kaya dulu khan buat ngewujudin ide gilaku itu..hahaha"
Hujan makin mereda, tapi rintiknya masih terpatri jelas di pemandangan depanku. Seakan turut mendengarkan percakapan kita berdua, sesekali kilat menyambar dengan suara petirnya yang menggelegar. Turut mengamini keinginan kita berdua kah?
"Hei, hujan udah agak reda. Jangan narik tasku lagi, kali ini ga ada yang bisa menghalangiku lagi" Aku mulai bersiap pergi.
"Hehe, siapa juga yang mau menghalangi. Cepet pergi gih...Met kangen-kangenan ama hujan lu itu"
"Hei?"
"What?"
"Janji ya kalo udah kaya, minimal lu harus ngurangin banyak sekat itu. Bantuin gue..hahaha"
"Dan janji ya, ga lupa ama janji yang hari ini kamu buat barusan. Ingetin aku buat nepatin ntu janji. hehe" Ucapku sebelum bergegas.
"Hei, sampein ya buat hujan lu itu. Makasih buat inspirasinya hari ini, alunan musiknya gue suka"
"Yooo" Jawabku sebelum benar-benar berlari menembus hujan.
"Dear Rain, welcome at our city. Save our promise, and remember us for realize it" Bisikku lirih.
Oleh: Ana Falasthin Tahta Alfina (Profile)
Ungkapan Mutiara
Senin, 28 Februari 2011
Rain (Again)
Andai Aku Bisa Itu
Menyesakkan jiwa saat kamu melintas di depanku
Ingin rasanya berhenti sesaat untuk menuntunmu
Namun tak kuasa
Lampu lalu lintas yang angkuh memancarkan warna hijau
Itu tandanya aku diminta untuk segera melaju
Ada rasa sesal kembali menyusup dalam jiwa
Tiba-tiba
Bagaimana jika hal serupa terjadi dengan Ibuku?
Naudzhubillah
Semoga kelak masih mampu merasakan merawat usia lanjutnya
Apa yang sebenarnya kau lakukan di jalan?
Dimana para saudara-anak-suami dan cucumu?
Siapapun tak kan sanggup melihatmu membungkuk dengan tangan yang menengadah
Wahai Ibu...
Andai aku bisa jadikanmu lebih layak
Andai aku bisa tempatkanmu pada bagian gubuk kecilku
Andai aku bisa
Rabb...
Siapapun dia
Lindungi dengan sebaik-baiknya perlindungan-MU
Saat melintasi pertigaan lampu lalu lintas Dinoyo hari itu.
Sabtu, 10 Juli 2010 pukul 10.00. Ibu itu menyebrangi jalan dengan membungkukkan badannya sambil menghampiri mobil-mobil mewah yang berhenti menanti giliran lampu hijau menyala.
Oleh: Luluk Evi Syukur (Profile)
Sabtu, 26 Februari 2011
Sabar Kawan, Kita Punya Allah
“Semoga tidak ada yang menghina keluarga Deva lagi, tidak ada yang mencaci keluarga Deva lagi, dan Keluarga Deva bisa hidup bersama lebih baik lagi di sini” Buaian air mata menetes di mata Deva satu persatu. Air itu menggelinding bagaikan ban mobil yang sedang berjalan secepat kilat di pipinya yang mulai diisi oleh lemak. Air mata itu tak memperdulikan Deva, betapa Deva butuh kekuatan batin yang kuat untuk dapat mengeluarkannya. Tangan deva pun ikut bergetar tak karuan, seperti tersengat listrik tegangan rendah. Wajahnya tertunduk beku sambil terisak-isak. Sesekali ia mengibaskan tangannya di pipi yang gemuk itu untuk melabrak aliran air mata yang kian deras dengan diikuti cairan yang keluar dari hidungnya.
Deva, seorang teman, atau bahkan sahabatku sejak kecil. Ia sudah kuanggap bukan sebagai orang lain, tapi bagian dari keluargaku. Banyak kisah indah dan pahit yang kujalani bersama dengan dirinya. Dengan saling memahami dan saling membantu, kami bersahabat dengan rukun serta damai. Perkenalanku dengan Deva pertama kali di saat kami bertemu di sebuah pengajian Quran. Di pengajian Quran itulah perjalanan dan cerita kami dimulai. Ah… jika kuceritakan perjalanan menarik bersama Deva satu persatu tak cukup waktu untuk membuatnya, namun satu hal yang pasti, aku sangat kagum padanya.
Aku teringat ketika aku dan deva saling bahu membahu mencari dana untuk penyelenggaraan Maulid Nabi Besar Muhammad Saw. di pengajian Quran kami. Dengan peluh keringat yang bercucuran kami berjalan bersama teman-teman yang lain. Dari satu rumah ke rumah yang lainnya. Dan deva lah yang paling vokal untuk urusan yang satu ini. Dia selalu berada yang terdepan di antara kami, dengan secarcik map berwarna biru tua yang berisikan proposal permohonan dana berada di tangannya. Keahlian bahasa yang digunakan serta senyuman lembut membuat orang yang diajak berbicara tak bisa mengelak, dan pasti langsung merogoh kantongnya untuk memberikan sumbangan seikhlasnya. Oleh karena itu meriahnya acara Maulid di pengajian Quran kami tak lepas dari jerih payahnya. Makasih sahabatku.
Belum lagi sebuah peristiwa yang menohok hatiku sehingga sedih. Peristiwa itu amat kukenang. Sebuah peristiwa yang membuatku hanya bisa berkata “Sabar dan Sabar”. Kala itu, mendung mengintip dari balik awan, angin sepoi-sepoi bagaikan AC yang menawan, mobil lalu lalang dengan suara klakson yang tak pernah lelah. Aku yang baru saja keluar dari Masjid setelah selesai shalat Jum’at terheran-heran dengan kumpulan orang-orang di depan rumah Deva, aku yang melihatnya langsung berjalan dengan tergesa-gesa. Sandal jepit merek swalow pun setia membentengi telapak kakiku dari tajamnya jalan, terseret-seret aku membawanya, dengan berjuta pikiran yang menyelimuti otak sebenarnya apa yang terjadi di depan rumah Deva. Sekali-kali kupercepat dengan lari dengan rasa penasaran yang semakin menggila.
Ketika kuberhasil menerobos kerumunan warga, dan kuberdiri paling depan, kukaget setengah mati ketika Deva duduk sambil terisak-isak, tangannya menutupi wajahnya yang penuh dengan air mata. Lalu kududuk di sampingnya,
“Dev, kenapa kau menangis?” dengan suara lirih setengah berbisik di kuping kanannya, sambil tangan kiriku merangkul pundaknya. Namun, tak ada satu kata pun yang keluar dari mulutnya, ia hanya menangis dan menangis saja. Lalu kuangkat wajahku, dan melihat di sekitarku, aku tertegun ketika melihat kondisi rumah Deva yang hangus legam. Barang dagangan ibunya pun ludes. Api yang menjadi penyebabnya, yang mengakibatkan Deva menangis. Dan aku pun hanya bisa menepuk pundaknya sambil berkata “Sabar Kawan, kita punya Allah yang Maha Pemurah dan Maha Penyayang”
Dan sekarang Deva yang sudah memiliki istri dan satu anak ia menangis tersedu-sedan lagi. Nampak sekali beban kehidupan berjuta-juta ton dipundaknya. Dengan tangisannya seakan menggambarkan betapa berat kehidupannya sekarang ini yang berliku dan berduri. Aku hanya terdiam membisu ketika ia memberi sambutan pindahan rumah sambil terisak tangis. Aku menatapnya tanpa bosan. Seluruh sanak keluarga yang hadir dalam pindahan rumahnya pun terperangah ketika melihat ia menangis penuh beban.
“Deva dan keluarga deva ga mau ngerepotin saudara-saudara deva lagi, deva ga mau jadi beban buat semuanya, deva ingin hidup mandiri sekarang” Kembali pekikan kata sambutan itu disertai dengan mata yang berkaca-kaca.
“Doain Deva ya” kata itulah yang keluar dari mulut Deva yang terakhir. Sekarang ia memiliki rumah yang baru, bersama istri, anak, ibu dan adiknya, ia akan tinggal di sebuah perumahan di kawasan Sukatani. Ia akan menjalani kehidupan dan suasana baru yang belum pernah ia rasakan sebelumnya. Bayangkan mungkin sudah hampir 24 tahun ia tinggal di Cikarang, jadi butuh waktu untuk bisa berinteraksi dengan kehidupan barunya di sana saat ini.
Aku yang berada di sampingnya hanya bisa menepuk pundaknya tiga kali. “Sabar Kawan, kita punya Allah yang Maha Pemurah dan Maha Penyayang”. Hanya kata itulah yang bisa kuucapkan dengannya berkali-kali ketika sahabatku sedih dan menangis. Kata yang mungkin kedengarannya sederhana, namun kuberharap kata itu bisa menenangkan batinnya yang penuh gundah dan gulana seperti perkataanku ketika rumahnya dilalap api 14 tahun yang lalu.
“Selamat menempuh kehidupan baru di rumah yang baru Kawan, aku hanya bisa berdoa untuk kebahagiaanmu dan semua keluargamu.”
Setelah semua selesai, memindahkan barang-barang, berdoa bersama dan juga perasmanan, aku pun pamit pulang.
27 Februari 2011
Oleh Adi Nurseha (Profile)
Bangkai Rindu
Malam semakin merayap sunyi
Kelopak mata ini masih berkejap tanpa kantuk
Irama yang kurindu tiada lagi
Ke mana jangkrik dan kodok bersembunyi?
Lucu memang ingin ini
Merindukan suara jangkrik di tengah padatnya kota
Merindukan suara kodok tanpa siapkan rawa-rawa
Ternyata rindu ini
Ingin ini
Harus mati dan jadi bangkai!
Sesak dada gemuruh mengaduh jengah
Bangkit ragaku menuntun langkah
Kucoba kuatkan jendela
Menatap menengadah ke angkasa luas
Nun jauh di sana...
Di lereng langit tak berkaki
Di ujung dunia yang takkan kutemui
Meluruh musim terus berganti
Kenapa rinduku masih alami?
Andai bisa kukubur bangkai rindu ini
Kuingin memendamnya berabad-abad lagi
Sampai batas usiaku nanti
Kutak lagi berharap pada yang tak kudapati
Kubisa syukuri yang kumiliki
Kuingin tenang untuk beraksi
Agar langkahku terus terarah
Agar bisa kubaktikan diri...
02092010
Kamarku oh kamar semua temanku, seribu suka duka tersirat dan tanpa tersurat datang dan pergi silih berganti, tapi di tengah gelak tawa dan canda, ada sepi menggigit jiwa!!
Oleh: Muslimin (Profile)
Jumat, 25 Februari 2011
Pancingan
Ini sama sekali bukan tentang pelajaran pancing memancing hehehe..., jangankan bakat, pengalaman memancing pertama-pun belum ada...^^
Tapi, entah kenapa muncullah analogi perihal pancing-memancing ini di otak, aneh ya saya!. Tiba-tiba juga muncul pertanyaan "Mana yang lebih berpengaruh di dunia perpancingan? alat pancingnya, umpannya, atau ketertarikan ikannya untuk memakan umpan di pancingan?" hayo tebak yang mana? hahaha...
Semoga bukan analogi yang terdengar aneh, begini!! Saya melihat hidup kita erat sekali dengan konsep pancing-memancing ini, terlebih jika berurusan dengan diri sendiri, motivasi, semangat, keinginan untuk terus memperbaiki diri, dan proses diri lainnya. Biasanya orang-orang yang berprestasi (dalam mind set saya, prestasi ini banyak jenisnya), rata-rata terpancing atau bahasa manusianya termotivasi oleh lingkungan sekitarnya yang lebih dulu berprestasi, atau kalau ternyata lingkungan sekitarnya kurang kondusif berarti dia terpancing untuk menjadi sebuah agen perubahan yang pertama di lingkungannya itu. Itu untuk kasus yang pertama.
Sedang untuk kasus lain, tidak selalu juga sih pancingan tersebut ampuh memancing sesuai niat awal dan harapan kita terhadap sesuatu, hehehe... tentang semangat misalnya, beragam acara telah diikuti, nasehat didengarkan, buku motivasi dibaca, segala film bergenre on fire ditonton. Tapi tetep, jika dasarnya dari diri kita kurang semangat, atau tidak sepenuhnya menerima asupan semangat dari luar. Semuanya akhirnya jadi percuma, tidak membantu sama sekali bukan?
Segala jenis pengaruh dari luar itu semuanya bersifat pancingan dengan umpan yang beragam. Bisa tentang apapun, tentang kebaikan, keburukan, semangat, kemalasan, dan lain sebagainya. Tapi tetap berpengaruh tidaknya pancingan dan umpannya itu tergantung dari kita sendiri, bersedia merespon atau bahkan mangabaikannya.
So, selain harus belajar seperti ikan laut yang tidak ikut terbawa asin meski hidup di lingkungan yang asin. Belajar juga untuk tidak terlalu tergoda dengan pancingan yang umpannya terlihat menggoda dan menarik padahal tidak ada manfaat sama sekali, atau malah mengabaikan pancingan dengan umpan yang bermanfaat buat kedapannya. Pada akhirnya semuanya memang tergantung diri masing-masing individu, diri kita sendiri. :)
**Ada yang jual pancingan hidup yang bagus? hehehe
Oleh: Ana Falasthin Tahta Alfina (Profile)
Apa Kabar?
Pesan dari bintang,
Yang membawa kabarmu semakin mengabur dari aktifitasku
Sedikitpun tak menentu harus bagaimana?
Langitpun kian bisu tentang segalanya
Apa kabar?
Kabarmu?
Bulan mulai berganti rupa di pertengahan maret,
Dan apa sosokmu juga akan terganti?
Apa kabar?
Kabarku?
Hujan selalu menjatuhkan tetesnya setiap waktu,
Apa itu karena kondisi hatiku yang tengah melankolis?
Apa kabar?
Kabarmu?
Saat senja dan jingga bertemu,
Apa yang tengah kau perbuat?
Apa kabar?
Kabarku?
Mengalami kurva sinus yang tak menantu,
Mungkinkah aku mulai meragukan kepercayaan ini?
Ada yang jauh lebih terluka
Bila tau rasa sakitmu itu seperti apa?
Ada yang jauh lebih berduka
Andai bisa merasakan laramu itu sedalam apa?
Ada yang jauh lebih tak bermakna
Ketika hatimu mulai merasakan kosong
Seperti itu
Kabarku
Di antara kabarmu...
Apakah akan terjawab?
Oleh: Ana Falasthin Tahta Alfina (Profile)
Kamis, 24 Februari 2011
Sederhanamu, Subhanallah
Pernahkah kalian melamar seseorang? Atau pernahkah merasakan sudah melamar namun akhirnya kandas begitu saja? Ah… Inginku menulis kisah di sini tentang dua hal itu dengan harapan bisa menjadikan pelajaran bagi siapapun yang sempat membacanya terlebih lagi khusus buatku pribadi.
Saat itu 8 tahun silam...
Saat usiaku beranjak 22 tahun tepat satu hari setelah aku merayakan kelulusan S1. Tiba-tiba orang tuaku duduk manis dihadapanku (biasanya tawar siy hehe…) mengatakan “Nak… kami akan menjodohkanmu dengan seorang wanita…bla…bla…bla…”. Lemas lunglai tubuhku saat itu. Hanya satu hal yang kuingat dari perkataan bijak Ayahku.
“Ayah hanya ingin silaturahmi antara Ayah dan Ayah dia tetap terjalin hingga kapanpun”. Ingin rasanya berontak.
“Pliiiiiz dewh…. Masak harus aku yang jadi korban?” Tapi alunan kalimat yang kususun berhenti di tenggorokanku. Sesak.
Hari itu tiba…
Aku mendapat lamaran dari seorang wanita yang selama ini tak pernah kutemui bahkan pada usiaku yang menurutku belum pantas menyandang status tunangan orang. Jangan kaget!!! Adat lamar-melamar di daerahku memang dilakukan oleh wanita, jadi pria kampungku sejatinya hanya berhak menunggu (gak enak banget tho, g bisa milih hahaha…). Prosesi berjalan mulus sesuai dengan konsep yang telah dibuat oleh Ayahku. Tesenyum puas sepertinya keluargaku menyaksikan Ayah tunanganku (berat bangaet aku menyebutnya hehehe…) menyematkan cincin dijari manisku. Dengan memaksakan tersenyum dihadapan calon mertuaku (lagi-lagi aku berat menyebutnya hehehe…) kucium dengan terpaksa tangannya, hatiku berontak “Kenapa ini harus terjadi Tuhan… aku tidak ikhlas menjalaninya Tuhan…”
Pertemuan pertama dengannya…
Prosesi berikutnya acara hantar calon mantu yang diadakan di rumahnya (baca: tunanganku ^_^). Pakaianku rapi karena Ibuku yang mengurus semuanya. Perpaduan kemeja putih dan celan hitam dan sepatu vantofel (persis kayak panitia kegiatan di SMA-ku dulu hehehe) semakin membuatku tampak mengkilap (tapi gak sampek nyaingi cermin kok). Katanya Ibuku “Le (baca : anak lelakiku) hari ini kau akan bertemu dengan tunanganmu, kau harus perhatikan dia baik-baik, kau tidak akan kecewa karena dia sangat cocok denganmu, anggun dan pintar”. Masih dalam kondisi eneg aku tersenyum pada Ibuku. Mudah-mudahan kalimat Ibu terakhir benar adanya (lho kok jadi ngarep juga hahaha…).
Dia tak sempurna Tuhan !!!
Kalimat itulah yang pertama kali keluar dari hatiku pertama kali melihatnya, namun kutahan dalam kerongkongan supaya tak keluar melalui bibirku. Ibuku benar. Dia anggung, bahkan lebih anggun dari yang aku bayangkan tadi. Untuk poin kedua PINTAR. Hmmmm… aku malu mengatakannya. Sungguh. Dia pernah menjuarai olimpiade Matematika mewakili Propinsi di Jakarta. Dia pernah menjuarai debat bahasa Jepang mewakili kabupaten. Dia juga pernah menjadi perwakilan propinsi menyambut tamu dari kedutaan Mesir karena kemahirannya dalam bahasa Arab. Ah… calon istriku (mulai berani sekarang hehehe). Balutan gamis berwarna biru semakin membuatnya anggun. Inikah wanita itu Tuhan?
Dua tahun lalu sepulangnya dari lapangan upacara, saat dia menjadi salah satu deretan yang mengibarkan bendera kebanggaan negri ini. Sebuah truk yang membawa batu bata menghatam motornya dari belakang. Kakinya tertimpa motor yang digunakannya diikuti oleh runtuhan batu yang berhamburan merapat barisan ditubuh semampainya. 2 kakinya diamputasi karena.... (ah…aku tal tega mengatakannya di sini) dan hasilnya dia tidak bisa berjalan dengan sempurna lebih tepatnya dia tak bisa berjalan. Tubuhnya bergantung pada kursi yang memiliki 2 roda itu, namun sekarang lebih canggih ada yang memiliki remote control. Malang sekali kamu calon istriku. ^_~
“Saya tidak menginginkan apa-apa kecuali kesederhanaan” Kalimat itulah yang akhirnya meluluhkanku. Mulanya aku tak paham apa maksud wanita ini (baca : calon istriku…nah lho hahaha) namun perlahan aku mengerti itu. Dia tidak pernah mau diajak kencan layaknya anak muda sekarang. Jika saya (hahaha… ketularan dia dewh) mengajaknya keluar, dia selalu ingin pergi ketempat tertentu, panti asuhan, panti jompo, yayasan pecandu narkoba (horror banget kan…).
Katanya “Maaf jika selalu mengajak Akang kesini (panggilan kesayangannya hehehe)… hanya saja saya ingin melihat kesederhanaan mereka menjalani hidup dengan segala keterbatasan dan kekurangan mereka”. Biasanya saya (tuuuh kan... dia mulai mempengaruhiku) hanya tersenyum saat ucapan rutinnya itu keluar dari bibir manisnya.
Pernah suatu hari…
“Akang… kenapa kau mau dengan saya?” Aku hanya tertegun dengan pertanyaannya yang sungguh akupun tak tau kenapa akhinya aku mau. Seingatku aku mau karena orang tuaku memaksaku untuk mau. Ah…. Namun tal tega jika harus mengatakan ini padamu Dinda.
“Karena kau pintar Dinda… nah kenapa Dinda mau di jodohkan?”
“Hmmm… tak banyak yang bisa saya lakukan sejak kecelakaan itu. berjalanpun saya bergantung pada benda satu ini. Mencuci baju saja saya tidak bisa. Saya hanya ingin belajar dari Akang, bagaimana orang lain menerima saya dengan segala keterbatasan saya”
Tertegun saya mendengar pernyataannya. Sampai kinipun aku masih belum bisa belajar dari keputusan menerima lamaranmu Dinda walau perlahan aku nyaman denganmu. Kadang juga aku selalu nggerutu jika kau mengajakku ke taman panti asuhan dan panti jompo. Malah aku pernah menyesal tidak menolakmu Dinda.
Empat tahun berlalu bersamamu Dinda
Selamat jalan Dinda… semua orang menyayangimu termasuk saya yang perlahan mengerti kesederhanaanmu menjalani hidup tanpa kaki beberepa tahun ini. Bahkan belum sempat saya mengatakannya bahwa saya mencintaimu Dinda dan bahwa saya sangat mencintaimu, kau pergi begitu saja tanpa pesan apapun kecuali tulisan indahmu untuk saya.
25 Desember 2010
Saat saya tak bisa lagi berjalan
Saya hanya memintaMu memberikan kesabaran
Namun Kau memberiku lebih dari itu
Kau hadirkan Akang untuk saya
Kau juga hadirkan keluarga Akang yang sangat mencintai saya
Bahkan…
Kau juga memberikan kekuatan lebih pada Akang untuk menerima saya
Sehingga sayapun juga tak punya pilihan
Kecuali juga berusaha lebih kuat dari biasanya
Rabb...
Kelak jika memang Akang tak bisa bersama saya
Berikan dia wanita yang lebih layak dari saya
Amin.....
Kesederhanaanku Mencintamu Akang
Dinda
30 Desember 2010
Dinda meninggalkan kami untuk selamanya. Senyumnya sangat khas. Tanpa mengeluh sakit apapun dia pergi begitu saja. Dia menutupkan mata dalam pangkuan Ibunda tercintanya setelah shalat dhuha. Selain kakinya yang diamputasi, dinda juga mengalami gagar otak. Menurut dokter bisa jadi gagar otaknya yang menjadi penyebab meninggalnya Dinda. Namun terlepas dari apapun penyebabnya, kami semua sepakat bahwa Dinda pergi karena Tuhan menyayanginya lebih.
Benar katamu Dinda saat pertama kali kita bertemu “Saya tidak menginginkan apa-apa kecuali kesederhanaan”. Andai saja waktu itu saya menolak perjodohan kita, mungkin saya tidak akan sesederhana ini mencintai seseorang. Andai saja bukan kamu yang menjadi calon istriku, bisa saja saya memperlakukannya bak wanita sempurna, membelikannya baju, membelikannya boneka, mengajaknya jalan-jalan, dan lain-lainnya. Andai saja bukan kamu yang menjadi calon istiku, bisa jadi orang tuaku tidak meridhainya karena pilihan mereka benar-benar tepat. Ah Dinda… wanita cacatku yang akhirnya meninggalkanku dengan sederhana untuk selamanya.
Nb: Terinspirasi dari sebuah lagu musisi Almarhum Chrisye yang berjudul Lilin-lilin Kecil (jika penasaran silahkan dengarkan langsung lagunya). Kesimpulan dari tulisan ini adalah silahkan interpretasikan secara subjektif hehe ^_^
Oleh: Luluk Evi Syukur (Profile)
Rabu, 23 Februari 2011
Desaku Menanggung Beban
Pagi masih berembun basah, saat aku menginjakan kaki di terminal desaku yang asri, kuhirup segarnya udara setelah 16 jam terkurung dalam bus yang kutumpangi, yang selama perjalanan hanya bisa mendengarkan mp3 dari phonecell lewat headphone yang menyumpal telinga kiri dan kananku, selebihnya tentu banyak cerita yang terlalu panjang jika kutulis semuanya, he hehe... Alhamdullah ucapku penuh kelegaan. Akhirnya sampai juga dan aku tergesa-gesa untuk keluar dari bus itu, rasanya ingin terbang, karena keinginanku untuk segera keluar dari sejuta aroma yang membuat kepalaku nyaris pecah berderai. Coba bayangkan, 16 jam duduk manis di bus, walaupun bus yang kutumpangi sudah cukup lumayan fasilitasnya tetapi tetap saja aku terkurung lelah.
Kuseret travelbag sementara pundakku terbebani ransel berat, bukan hanya itu ditambah dua buah dus indomie yang berisi oleh-oleh untuk keluarga dan tetangga, sebagian berisi barang pesanan teman-teman. Sudah jadi kebiasaanku, sebelum pulang bertanya pada semua yang kukenal,b arangkali ada yang bisa kubantu untuk membawakan sesuatu (ada udang di balik bakwan) padahal niatnya saling menguntungkan, namanya juga pedagang pasti segala sesuatu dilakukan untuk bisnis. Hasilnya biasanya lumayan, bisa mengganti biaya transport pulang pergi. Setelah sampai di rumah langsung aku sungkeman dengan ayah, bunda dan abangku, sejurus kemudian langsung menuju kamar mandi, walaupun sebenarnya kusangat rindu berenang si suungai seperti biasanya jikaku berada di kampung, dekat dengan alam, dekat dengan Tuhan.
Waktu tiada pernah berhenti, sore hadir menyapa ramah. Salah satu hiburan di desaku adalah menonton pemuda-pemuda yang rajin bermain bola, kadang sesama anak desa, terkadang juga anak desa tetangga ikut meramaikan, tapi sore ini badanku terlalu remuk untuk ikut bergabung ke lapangan, "ah mungkin kalau sekdar main volly atau badminton aku masih sanggup" gertak hatiku. Oleh-oleh dan pesanan semuanya harus diutamakan, pelanggan or pembeli adalah raja, soal bergabung dalam olahraga masih bisa kutunda esok hari, sore ini aku akan mengantarkan pesanan terlebih dahulu sambil silaturahmi dan menikmati pemandangan desa. Sengaja kutak mengabari sahabatku dan juga sepupuku yang jadi salah satu sahabatku semenjak kecil, jika sahabatku tau tentang kepulanganku maka bisa dipastikan dia akan datang tanpa diundang ke rumahku, dan aku harus merelakan celana, baju dan sepatu atau jaket yang mana saja yang dia mau, ha ha ha. Sepupuku sekaligus sahabatku itu dulu bukan cuma karena sebaya, tapi dari Sekolah Dasar kami juga satu kelas, sehingga baik dan buruknya semua aku tau, begitu juga dia mengetahui semua tentangku.
Ditemani Hesty, keponakan satu-satunya yang paling aku rindu jika pulang, usianya 5 tahun, bawelnya minta ampun, selincah merpati gerakannya, ia ikut menjinjing 2 kantong plastik, ocehan serta kicauannya melenyapkan lelahku, ini itu yang tanya, "Ini anak kalo besar mau jadi apa" celetuk batinku, Alhamdulillah aku senang melihatnya, anak sekecil itu dia sudah bisa berinteraksi, itu bisa kulihat dari setiap kami bertemu dengan teman sebayanya atau yang lebih tua, dia menyapa ramah khas anak-anak, walau sekedar say hallo, seperti "nenek dari mana?" atau "Budi, aku nemani omku yang baru datang, ini mau ngantar barang orang" ujarnya polos. Beberapa pesanan atau amanah tertunaikan, tertinggal 1 rumah lagi, aku menuju rumah salah satu teman, kami pun berjalan kaki saja, keliling kampung, soalnya tidal terlalu jauh. Di sebuah rumah tanpa cat, dua rumah dari rumah temanku, seorang ibu muda duduk santai bersama bayi berusia sekitar 4 bulan, serta 3 orang bocah bermain di pohon rambutan, yang paling besar sekitar umur 7 tahun, yang satunya sebaya Hesty, dan yang satunya lagi sekitar umur 3 tahun, Hesty telah lebih dulu memanggil,
"Bang Imam..." pekiknya sambil berlari tanpa bisa kucegah, dia sudah mulai mendekati pohon rambutan yang rendah itu, ibu muda itu hanya bisa tersenyum melihatnya, dia menyapaku masih seramah dulu, "Kapan datang" sapanya, dia adalah mbak Atika yang masih ada hubungan keluarga dengan bunda, aku duduk di kursi kayu dekat tangga,
"Naik saja dulu" Ujarnya lalu masuk ke dalam, sudah tradisi di kampung, jika ada tamu paling tidak segelas kopi disuguhkn, benar saja, beberapa saat dia telah muncul dengan segelas kopi dalam nampan, aku terpaksa naik dan duduk di depan pintu, tidak sopan rasanya jika masuk sementara suaminya tidak ada pikirku. Basa-basi sejenak, dia mengobrol sambil menyusui anaknya,
"Bang Ray kerja di mana Kak?" tanyaku, menyebut nama suaminya, dia sontak mengangkat wajah, menatap tajam padaku sebelum kudengar jawabnya.
"Sudah tidak ada, meninggal 2 bulan lalu" Ucapnya getir.
"Kamu belum dengar beritanya ya, orang rumah belum cerita?" Tanya baliknya, gelas kopi yang siap kureguk menggantung tertahan di udara, apa aku salah dengar?.
"Dia meninggal sepulang kerja bangunan, tanpa mengeluh sakit apa" Lanjutnya setelah melihat reaksiku yang seakan kurang yakin dengan pendengaranku, kerongkonganku seakan tercekik, aku kenal mbak Atika yang hanya seorang perempuan desa yang tak punya keahliaan apa-apa, hanya lulusan Sekolah Dasar di kampungku, paling yang bisa ia lakukan adalah menyadap karet dan berladang tradisional, selebihnya? aku tak pernah melihat apa-apa yang dikerjakannya.
Pandanganku tertuju pada bayi dalam pangkuannya, lalu beralih ke tiga bocah di halaman,Tuhan bagaimana kau atur takdir ini? aku tau penghasilan penyadap karet biasa, apakah mereka punya kebun sendiri, sementara warisan suaminya? suaminya hanya seorang perantau, kutak tau bibit bebet dan bobotnya, setauku sejak menikah hanya dari pihak keluarga mbak Atika yang membiayai biaya pernikahannya, adakah yang suaminya tinggalkan? mataku menyapu seluruh ruang yang bisa kutembus, tiada sofa dan lemari, rumah juga sepertinya baru di bangun, semuanya masih serba tanggung, segini kejamkah takdir hidup? yang tak pernah terbayang olehku, siapa yang akan bertanggung jawab pada pendidikan, masa depan, dan makanan mereka? ya Allah aku lunglai, rasanya aku ingin segera pulang dan menghilang dari dunia, jangankan dia, aku saja takkan pernah sanggup jika diberi ujian itu. Aku tak berani lagi berucap, selain merogoh kocek hasil bayaran pesanan, yang telah kuhitung di luar kepala, andai saja kutau sebelum kepulanganku, setidaknya 4 baju anak-anak masih bisa kubagi.
"Aku pamit dulu Mbak, sudah hampir maghrib" Ujarku, ia terlihat masih menahan tangis, ketika kuselipkan sekedarnya, tak sanggup aku menatap lama wajah tabahnya..
Desaku yang terlihat damai dan terasa tentram, kini kau memikul beban, kaya bumimu. Ya Rabb, berikanlah pada mereka, walau hanya untuk bisa makan seadanya. Lembayung senja dilangit manja, semburat merahmu aku marah, aku selipkan kata dimana adilMu, kini lukisan kisah pilu dihadapku, di kanvas kelabu kucoretkan, Tuhan kapan kutemukan ketenangan batinku, hanya padaMU kuselipkan harapan, meskipun mungkin hanya itu yang bisa kulakukan, sayap-sayapku takkan mungkin mampu membawa semua terbang.
04:12 pm
19/02/2011
Inspirasi saat pulang mudik lebaran lalu.
Oleh: Muslimin (Profile)
Data Diri Luluk Evi Syukur
Nama
Luluk Evi Syukur
TTL
Bangkalan, 4 Maret 1989
Jabatan Website
Penulis
Kota Asal
Bangkalan Madura Jawa Timur
Hobi
Tripel M (Membaca, Menulis, Mengobservasi)
Email
evi_syukur@yahoo.com
Motto
Sebaik-baik manusia adalah yg bermanfaat bagi manusia lainnya
Pendidikan
SDN Banyusangka 01 Tanjungbumi
SLTPN 01 Sepulu Bangkalan
TMAI Putri 2 Al Amien Prenduan Sumenep
MAN Rejoso Darul 'Ulum Jombang
Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang
Senin, 21 Februari 2011
Dia dan HambaNya
Semua adalah sunnah kehidupan. Seperti misal, yang hidup akan mati, yang muda akan tua, juga, yang menanam akan memetik hasilnya, Seperti selalu bergantinya kebahagiaan dan kesedihan mengisi rongga dada manusia. Memang hati manusia mudah terbolak-balik, karena ia berada di antara dua jari Allah. Semua adalah sunah kehidupan.
Tak akan ada keabadian, seperti misalnya, dalam sehari kita jarang merasakan senang yang terus menerus dari pagi hingga malam menjelang. Contohnya saja hari ini, hari Senin. hari yang biasanya dianggap sebagai satu hari yang paling membosankan karena kita dituntut bekerja kembali setelah hari kemarin kita bersantai. Jadilah pagi tadi mungkin kita berangkat beraktifitas dengan sedikit malas. Tapi ketika telah berada di tempat kerja, ada suasana baru, ada kesegaran wajah yang baru, ada pula keceriaan yang baru dari teman-teman kita yang punya cerita baru sementara mereka mnjalani libur pada hari sebelumnya. Tentunya hal yang seperti itu akan membuat kita bersemangat kembali memulai rutinitas kita. right? ^_^
Jadi, sekali waktu kamu merasa sedih, janganlah terlalu larut karena pasti nanti akan ada yang lebih membahagiakanmu daripada saat ini, dan jika sekali waktu kamu merasa bahagia, janganlah terlalu senang, sebab kamu tidak akan pernah tau takdir apa yang akan terjadi padamu satu menit setelah ini. :)
Kawan, selalu seperti ini ketika ujian datang. Hati deg-degan, pikiran macam-macam, apalagi yang paling fatal wajah mnjadi tak karuan. hehe...
Tapi semua itu wajar, dan ketika kau mencoba istiqamah dengan kebaikan-kebaiakan yang telah coba kalian lakukan, maka kebahagiaan dan kesedihan seolah hanya akan mampir saja dalam benak kita. Tak akan kita taruh di hati terdalam, karena kita yakin bahwa semua yang terjadi, apapun itu, seruwet apapun itu (hehe...), semua sudah yang terbaik buat kita. Semua akan jadi pelajaran berharga demi semakin dewasa dan bijaknya kita dalam menghadapi kehidupan. ^_^
Allah itu dekat, selama kamu tidak mencoba lari dariNya, Allah itu pengasih dan penyayang, selama kamu tidak mencoba menyakiti makhluk ciptaanNya, dan Allah itu Maha Segalanya, Dialah Sang Maha Pasti, semua usaha kita akan Dia nilai dan Dia juga yang memberi keputusan akhirnya, :) maka, yuk jadi manusia yang mengerti tentangNya, bahwa tidak selalu yang kita inginkan akan Dia penuhi, sebab Dia sayang kita, jadi memberi kita yang terbaik saja.
Harapan manusia hanya menjadi jalan, bahwa Allah akan memberi yang terbaik dari apa yang sebenarnya kita inginkan. Keep Allah in our heart, He always beside us, together with Rasulullah SAW, :) hanya Dia yang telah persatukan ikatan seliaturahim kita semua sampai saat ini dan seperti ini, :) berseyukurlah, karena dari semua ini kita telah belajar tentang sedikit ilmu dariNya utk kebaikan kehidupan kita. ^_^
* This note special for:
1. Yopi Megasari ^_^
2. Kru website Nathiq yang lain, "Mbak Ana, Ka Adi, Mbak Evi, Ka Moes" ^_^
3. All my lovely people, :) dan
4. Untuk yang sedang berusaha meningkatkan kualitas diri di hadapanNya, moga kita semua jadi hamba-hambaNya yang beriman, bertakwa, serta pandai bersabar dan bersyukur, ^_^ amin...
LUV U ALL, ^_^ SEMANGATAAAAAAAAATTTTTTTTTTTT..............! :)
Note ini lebih spesial lagi buat saya sendiri, hehe...
Oleh: Rosa Rahmania (Profile)
Minggu, 20 Februari 2011
Simple Side
Bismillahirrahmanirrahim,
I'm coming again, with the other simple side of my space.
InsyaAllah this writing more simple than before, just enjoy it, hopefully you can feel like i felt.
Berawal dari sebuah kesempatan mendapatkan gratisan 'jalan-jalan' ke Bandung. Selama 3 hari saling belajar dengan orang-orang yang cas cis cus seputar pengetahuannya berbahasa Arab, menulis Arab, berpuisi, bernyanyi, berargumen, dan various thing. At Bogor, it's my first experience meet people like them. Made me like be at the Arabic region, so adorable, hehehe. We called our team as "Contingen of Persada"
Dengan keberagaman pengetahuan itu, kita bersama-sama berkompetisi, kedepannya mind set -together to be better- itulah yang diterapkan. Selama 3 hari itu kita bernaung di 'Dormitory' tempat tinggal Mahasiswa asing UPI, dengan kamar berdekatan satu sama lain, dan melakukan banyak aktivitas yang bermanfaat. So nothing idle time!!! All day is busy with many trip at around UPI. dari saling jadi suporter untuk setiap kompetisi sampai dengan sesi pemotretan di segala tempat yang dianggap menarik dan bersejarah. :D
Seperti pada umumnya, dalam kompetisi yang kita jalanipun tidak semuanya bisa lolos, ada yang berhenti sampai tingkat semifinal ada juga yang berlanjut hingga final. It's no big problem, at least every people can learn to process, i thought, in such condition precisely we more support each other.
Malamnya (the most favourite section for me), kita semua berkumpul, menyamakan suhu hingga mencapai kesetimbangan thermal (it's about spirit...hhe). Kita ber-21 orang ditambah dengan Ust. Asep saling berbagi tausiyah satu sama lain. Ust. Asep tidak henti-hentinya berkata "Ini bukan karena tim kita yang kurang bagus, mungkin kita saja yang belum beruntung atau mungkin jurinya yang belum tahu tentang potensi yang kita punya" Tidak ingin kita yang belum lolos sampai berkecil hati. hehehe
Setelah itu, Ust Asep menunjuk salah seorang yang bernama Afif untuk menyampaikan kultumnya. Dan apa yang disampaikan oleh Afif? Di antara kelelahan dari pagi dan sedikit ngantuk. Berikut yang bisa saya tangkap dari inti yang paling ingin diungkapkan Afif...hehe
"Seseorang yang gagal itu bukan berarti yang terburuk, karena dirinya yang buruk, atau mungkin usahanya yang kurang. Faktor kesuksesan itu banyak, di antaranya adalah keberuntungan seseorang (rezeki), niatnya dalam meraih sukses, juga mentalnya jika dia sukses. Semuanya saling mempengaruhi, jadi jangan sampai ketika kita gagal justru memvonis bahwa kita bukanlah orang hebat, tidak punya kelebihan apapun dan segala macamnya. Bisa jadi, itu memang bukanlah waktu kita untuk sukses, bisa jadi Allah ingin melihat lagi usaha kita yang lebih dari sebelumnya, bisa jadi niat ketika ingin sukses salah. Dan yang terpenting jangan pernah putus asa, terus berikhtiyar dan tawakkal..."
Ummm, his quote made me speechless. And caused bewitched the other...haha. I felt be better, without disappointed deeply for this achievement. Dalam hati aku yakin semuanya setuju sebelum kembali ke kamar masing-masing. Saat itu akhirnya terpecah jadi dua, yang masih punya kesempatan untuk terus berjuang melanjutkan kompetisi. Sedang yang belum rezekinya bertugas sebagai penyemangat dan supporter...hehehe, hingga akhirnya kita bisa membawa pulang piala tertinggi sebagai juara umum...T.T
Bener deh, rezeki ga kemana. Bahkan di tengah kegagalan beberapa orang kita masih bisa jadi juara umum, bahkan di tengah ketidakberhasilan tim saya masuk final, hari itu juga mendapatkan berita lolosnya 2 PKM sekaligus...
Subhanallah,
Alhamdulillah,
Serentak diucapkan berkali-kali... :D
Tergiang kembali 2 penggal liriK Camp Rock (my favourite song)
We're done but it's not over
We'll start it again
After the end of the day,
it keeps getting better
Don't be afraid
we'll do it together
Come on, Come on, You know
It's your time to move
It's my time to move
Come on, Come on, Let go
Leave it all behind
Your past and mine
Best Regard,
AFTA (Ana Falasthin Tahta Alfina) (Profile)
Sabtu, 19 Februari 2011
Rain
Tengadahku berpaling ke langit, menuggu ada yang jatuh dengan merentangkan kedua telapak tangan. Lumayan lama, tapi setetes-dua tetes yang ditunggu tidak pernah ada. Terganti dengan lirikan matahari yang sewot ke arahku, aku balik menatap tajam ke arahnya, kesal kenapa panasnya begitu menyiksa.
"Kenapa sih nunggu hujan mulu?" Disampingku ada yang bertanya heran.
"Sudah selayaknya bukan? Kota Hujan itu menurunkan hujan, tidak gersang seperti ini"
"Haha, segalanya sudah berubah sekarang. Mungkin ini pembalasan dari Ibukota, akibat hujan yang selalu dikirimkan Kota ini kesana"
"Lucu ya, selalu kepanasan kayak gini? aku jadi takut, jangan-jangan atmosfir di Kota ini benar-benar sudah berubah. Paraaaah" Aku meringis yang kesekian kalinya, panas banget!.
"Haha...nikmati aja, lumayan jemuran jadi cepat kering. Dan sepatu-sepatu juga tidak terlalu becek seperti biasanya"
Aku berpaling lagi ke arah langit, menerawang mengingat masa-masa kejayaan hujan. Masa ketika tanpa payung di ransel, dengan pedenya berlari di tengah hujan tanpa peduli dikatakan 'autis' oleh teman-teman. Masa ketika memilih berteduh menuggu reda, sambil mengalun ritme hujan yang khas, aromanya yang basah, serta segudang cerita diantara orang-orang yang saling terjebak menunggu reda. Aku rindu semua itu, hawa dingin nan sejuk, yang selalu mendinginkan hati dan otak ketika urusan dunia seketika berubah menjemukan.
"Udah, nangis aja kalo mau" Dia kembali mengajakku berdialog.
"heh?"
"Kebanyakan penggemar hujan selalu mewakilkan sedihnya lewat tetesan hujan, berhubung sekarang tidak ada kepastian lagi kapan hujan akan turun, cukup pake air mata aja kalo sedih. Apa susahnya sih?"
"Hei, do you forget? Air mata aku mahal tau..haha"
"Jiaaah, kamu bukan Suzu Aizawa, ga usah sok kuat gitu deh"
Mukaku jadi masam, Sok kuat katanya? aku? huh not different as usual, so annoying!!!
"Hubungan sebab-akibat barangkali yak? masih percaya?" Aku malah menodongnya dengan pertanyaan.
"Heh? what do you mean?"
"Iyah, sebagai media pembelajaran. Kemaren-kemarin dikasih hujan, manusia masih banyak ngeluh. Sekarang giliran dikasih panas, manusia masih tetap mengeluh"
"Lalu?"
Yes, aku senang membuatnya heran, dan sedikit menunggu kelanjutan penjelasannku.
"Lalu, apa yaaa?"
"Paraaah, hei??" i like this condition, when you anxious.
"Ummm, jadi manusia bisa belajar banyak hal dari dua kondisi yang berbeda itu. Sambil memanage perasaannya sendiri, cuaca kan salah satu yang mempengaruhi mood. lantas mood berlanjut ke sikap, sikap jelas akan terbawa di lingkungan sekitar. Jadi masuk akal bukan jika cuaca panas sekarang merupakan bagian dari sebab akibat..hehe"
"Bisa sih, bisa salah bisa bener...haha, kesetrum mahluk bijak yaa?"
Aku hanya tersenyum singkat, -terserah deh- Angin di sekitarku mulai terbang ke segala arah, lumayan. Terik siang hari jadi sedikit bernuansa sejuk.
"Umm, ada juga ya yang sedih tapi ga pake nangis. Kenapa sih? perempuan lebih manusiawi dengan air mata loh" lagi-lagi dia.
"Kayaknya cocok deh jadi reporter"
"Jawab ga?"
"Sebenarnya yaa, sebelumnya janji ga bakal kaget."
"Apaan?"
"Janji dulu ga bakal kaget.." Tegasku,
"Iyaiya, janji!!"
"Sebenarnya, aku punya perjanjian dengan alam semesta, khususnya tentang gravitasi. Jadi ketika aku sedih, alam semesta membantuku melawan gaya gravitasi, mengakalinya hingga tidak ada air mataku yang jatuh. Jadi buat apa juga aku menangis, terkadang menangis bukan ungkapan kesedihan yang baik. Menangis hanyalah media untuk membuat hati jauh lebih lega, tidak perlu sedih, tidak perlu menunggu masalah datang. Lalu hujan, aku lebih senang memilihnya meluruhkan seluruh sedihku..haha"
"haha, selaluuuu...koq ada mahluk melankolis macam kamu!!!"
"haha"
Untuk sang maha pemberi hujan,
Terima kasih.
Telah mengirimkan hujan sebagai arenaku tersedu sedan,
Menguatkan diri,
Menempa semangat di antara genangan masalah yang ada.
Belajar dari terpaan hujanMu untuk lebih arif lagi.
Untuk sang maha pemberi terik,
Terima kasih.
Telah mengirimkan matahari lengkap dengan teriknya.
Melatih kemampuanku,
memberikan keberanian di antara kerumitan hidup,
menguji hati untuk terus belajar memahami.
Tidak takut akan apapun.
UntukMu,
Alhamdulillah...
Segala puji yang tak terhingga..
*Diantara kekosongan inspirasi, terciptalah tulisan ini...:D semi cerpen yang serba nanggung..haha
Oleh: Ana Falasthin Tahta Alfina (Profile)
Jumat, 18 Februari 2011
Aku dan Ibu Itu
Jeda yang lewat namun
Saat kubertemu ibu itu
Satu dari wanita yang dipanggil ibu oleh anaknya
Mungkin masih terlalu banyak yang lain nun di sana
Tapi kemarin aku hanya bertemu dia dan anak kecilnya
Kemarin, terik mentari seakan siap bumihanguskan apa saja yang terkena sinarnya
Bahkan sempat kudenger teman berucap
Apakah hari ini neraka sedang bocor
Sementara aku hanya bisa tersenyum beku
Sepi seakan menghisap jeritku
Betapa kuhanya mampu terpaku
Melihat lakon nyata tanpa dusta
Seorang ibu berjalan di atas panas aspal
Tanpa alas kaki dan penutup kepala
Kemana dia akan pergi???
Saat dia melintas kubertanya untuk menyapa
Aku akan pulang ke rumah jawab bibir keringnya
Raut wajah yang tergurat lelah
Mungkinkah ia lelah
Tapi demi anak dalam gendongannya ia rela terus bekerja
Jangan bilang aku salah
Bila dengan mudah tergelincir pada licin lidah
Untuk apa aku bertanya
Jika tanganku masih mendekap diam
Sesal itu ada
Kenapa aku diam terpaku
Khilaf atau aku telah mati rasa?
Untuk berucap dan bergerak aku tak mampu
Akankah tumpukan alas kaki yg kini berdebu di rak sepatuku
Kubiarkan jadi karun abad baru
Kusering merasa jenuh dan lelah
Desah basah ruah oleh waktu...
Tidakkah aku belajar pada ibu itu
Terhantam takdir ia bertahan
Menebar senyum ia mampu
Direnta usianya di masih berkarya
Walau mungkin hanya dinikmati keluarganya
Di punggungmu kulihat pendar bintang
Di dadaku kini kutanam mimpi paling nyalang
Aku yang nyaris hilang gairah
Kini merasa malu padamu
Aku tersangka
Ketika investigasi diri bicara
Samar terdengar bisik jiwaku
Aku hanya ingin tidur lelap
Ketika debat menghangat hakimi diri
Baradu kasih tulus denganmu ibu
Aku tak mampu..
Oleh: Muslimin (Profile)
Kamis, 17 Februari 2011
Itu Takdir Bukan Kutukan
Dingin kurasa ketika malam datang menyapa
Kucoba tengadahkan wajah pada langit
Dengan mata telanjang kumelihat
Rembulan pecah di antara kabut-kabut mendung
Sunyi sendiri aku benci
Kuingin daki perjalanan malam yang menjulang
Tapi bagaimana mungkin kulakukan
Melangkah setapak aku goyah
Tahukah kau aku kini lemah
Bukan daya aku tak punya
Tapi hasratku yang membeku
Mantra anak manusia yang kupunya
Telah pula kulafalkan seribu doa
Namun jiwaku masih meronta,mengamuk sejadinya
Penolakanku pada takdir mengkafirkan imanku sesaat lalu
Kucoba resapi desiran waktu melambai syahdu
Butiran sisa asa dalam debu prahara
Rasa dalam jiwaku berpadu
Kubiarkan saja sang bayu lewati masa
Dongeng waktu ikut berkumandang
Bercerita aku pada diri
Mencoba mendengarkan bisik kebisuan
Tandai kecam dalam ketidakmampuan
Maafkan aku bayi suci
Waktu dan kesempatan belum berpihak padaku
Aku belum sanggup jika
Mengikhlaskan dua retina mataku untukmu
Hanya sebait doa yang kupunya
Doa paling tulus penuh pengharapan
Penuh sejuta keyakinan
Tuhan tidak pernah tidur
Mungkin Dia hanya menguji ikhlas dan sabar
Hati ibu dan bapakmu
mungkin kelak kau akan melihat
meminjam mata Tuhan saat kau butuh
16/02/2010
08:52 pm
Terinspirasi ketika kubertemu bayi yang terlahir cacat wajah dan tiada terlihat kedua biji matanya.
Oleh: Muslimin (Profile)
Rabu, 16 Februari 2011
Krisis Toleransi yang Membabi Buta di Indonesia
Tragedi di Pandeglang Banten dan juga di Temanggung Jawa Tengah memiriskan hati. Irisan itu terasa sekali seakan teriris dengan mata pisau yang puntul atau tidak tajam, sehingga setiap gesekan yang terjadi amat memilukan dan setiap yang tak setuju dengan itu akan menjerit sejadi-jadinya. Mungkin, kita yang sebagian besar hanya menonton di televisi terbelalak dan tercengang melihat kebrutalan manusia yang melebihi hewan dengan perusakan, pembakaran dan penghancuran.
Entah apa yang terjadi, jika manusia tidak memiliki akal pikiran, ah mungkin manusia akan menjadi makhluk yang mengerikan melebihi ikan Piranha yang hidup di Amazon sana, yang mampu memakan mangsanya dengan penuh kebrutalan dan kesadisan. Kurang lebih seperti itulah apa yang terjadi di Pandeglang dan Temanggung yang berbau SARA. Apalagi toleransi sudah didengungkan sejak lama, sejak isu kemerdekaan dihembuskan, hingga sekarang, namun apa yang terjadi sekarang ini, seakan-akan lemparan batu, amuk amarah, dan pembakaran mereka adalah hal yang wajar, padahal sudah mencacatkan toleransi beragama yang sudah dibangun berpuluh-puluh tahun yang lalu di Indonesia tercinta ini.
Tulisan ini tak mau mengusik sebab dan asal muasalnya terjadi kekerasan tersebut, penulis akan mengesampingkan penyebab mereka melakukan hal tersebut tetapi penulis hendak mengupas bagaimana cara mereka beramar maruf nahi munkar. Mungkin sebagian orang dari mereka akan berkata, “Lihat dahalu sebab-sebabnya donk, kami melakukan demikian karena mereka sudah melewati batas kewajaran”. Ah, itu hanya dalih dan bukan dalil. Mungkin jika dalih semacam itu sudah menjadi pegangan semua pemeluk agama, maka sudah pasti kekerasan, kerusuhan, dan kehancuran sudah menjadi hal yang lumrah di dunia ini dan bahkan kehidupan ini akan berubah menjadi mencekam.
Saya bertanya kepada sang membuat keonaran atas nama amar ma’ruf nahi munkar itu, apakah Islam mengajarkan demikian, kekerasan, kerusakan dan kerusuhan? Apakah dalam berdakwah harus melempar batu, membakar barang-barang, merusak fasilitas? Apakah tak ada cara yang lain yang lebih bijak untuk melakukan ibadah amar ma’ruf nahi munkar? Atau kalian akan menjawab, “Karena pemerintah lamban untuk bertindak!”, lalu saya akan bertanya lagi jika demikian, apakah sah kalian membabi buta seperti itu walaupun pemerintah lamban? Apakah boleh jika orang lain tersakiti dengan perbuatan ibadah anda? Saya kira, orang awam pun tau bahwa melakukan ibadah harus lah menyenangkan hati orang lain, bukan membuat orang lain miris. Rasa-rasanya, mereka melakukan demikian karena ingin melakukan kekerasan dengan kedok agama.
Ingat! Islam adalah agama yang lembut, agama yang berbudi pekerti, agama yang santun dan agama yang bijak. Islam tidak mengajarkan kekerasan walaupun ayat jihad tersebar luas di al-Quran, karena makna jihad pada zaman sekarang sudah mengalami pergeseran makna, jadi jihad sekarang tidak harus mengangkat pedang atau mengantar nyawa, namun jihad sekarang lebih luas lagi yakni segala sesuatu yang dilakukan untuk kepentingan kebaikan dan keindahan islam, itu semua adalah jihad. Islam tidak mengajarkan keonaran walaupun maksiat merajalela. Dan Islam pun tidak mengajarkan menyakiti hati orang lain walaupun orang lain tersebut berbeda keyakinan dengan kita.
Rasulullah Saw. bersabda dalam sabdanya:
"Barangsiapa di antara kalian melihat kemungkaran, hendaklah dia merubahnya dengan tangannya. Apabila tidak mampu, hendaklah dia merubah hal itu dengan lisannya. Apabila tidak mampu lagi, hendaknya dia ingkari dengan hatinya dan inilah selemah-lemah iman." (HR. Muslim no. 49)
Sabda Rasul di atas, menunjukkan tingkatan beramar maruf nahi munkar. Jika kita bisa dengan tangan maka lakukanlah dengan tangan, jika kita hanya bisa dengan lidah atau kata-kata maka lakukanlah dengan lisan, bahkan jika kita hanya bisa dengan hati saja lakukanlah dengan hati. Namun ingat, amar maruf nahi munkar dengan tangan bukan untuk semua orang. Tetapi untuk orang yang mempunyai kekuasaan, mempunyai wewenang, mempunyai hukum, dan mempunyai jabatan di masyarakat. Misalnya presiden, beliau berhak menghukum dengan tangan atau penjara jika ada masyarakatnya yang melanggar hukum. Contoh yang lebih simplenya lagi dalam kehidupan rumah tangga, yang memiliki kekuasaan adalah ayah, jadi ayah berhak menghukum dengan tangannya kepada anaknya sendiri jika bersalah, jadi jangan seorang kakak yang menghukumnya bisa-bisa sang adik marah dengan kakaknya, malah bukan menyadarkan sang adik tetapi akan menjadi beringas dan timbul pertengkaran serta perkelahian.
Begitu pun yang terjadi di Pandeglang Banten maupun di Temanggung Jawa Tengah, seharusnya yang bertindak demikian itu pemerintah yang memiliki kekuatan hukum dengan dikomandai oleh polisi. Yang menyegel tempat-tempat yang meresahkan warga dan juga mengamankannya. Bukan para kelompok tertentu yang tak memiliki wewenang dan kekuasaan. Malah, jika kelompok tertentu atau masyarakat yang bertindak seakan-akan penguasa maka yang terjadi bukan memberi efek baik akan tetapi akan menjadi efek buruk yakni balas dendam dan juga krisis toleransi antar umat beragama. Yang lebih parahnya lagi jika hal itu dibiarkan maka Indonesia akan memiliki hukum baru, yakni Hukum Rimba, siapa yang lebih kuat dialah penguasanya.
Seharusnya mereka mengaca seperti zaman para sahabat, ketika masa kekhalifahan Abu Bakar Ash-Shidiq, pada suatu saat di zaman itu, banyak orang yang tidak memberikan zakat. Maka penguasa saat itu memerintahkan untuk memerangi orang-orang yang enggan memberi zakat karena zakat adalah ibadah yang wajib tidak bisa ditawar menawar. Jadi, pada zaman itu bukan sekelompok masyarakat yang mengadili orang-orang yang tak mau membayar zakat tersebut tetapi langsung pemerintahannya yang bertindak. Lalu bagaimana jika pemerintahnya tidak mau bertindak, maka adili pemerintah dengan keritikan yang santun, pembaharuan atau pun reformasi yang bijak, karena bersikap demikian adalah penting sebab lebih baik dipimpin oleh orang non-Muslim yang adil daripada dipimpin oleh orang Muslim namun tidak adil atau lebih baik lagi jika dipimpin oleh orang yang Muslim namun ia bersikap adil dan bijaksana.
Begitu pun dengan lisan, amar maruf nahi munkar dengan lisan ini ditujukan bagi orang yang memiliki hak untuk berbicara. Hak berbicara ini penting. Ada orang yang diberikan hak untuk berbicara dan ada pula yang tidak diberikan hak untuk berbicara. Orang yang diberikan hak untuk bicara biasanya mereka orang yang berilmu atau para ulama. Mereka hanya bisa beramar maruf nahi munkar sebatas dengan lisan, bukan dengan tangan. Bahkan Nabi Muhammad Saw. pun berdakwah hanya menyampaikan bukan untuk merubah, karena yang bisa merubah hak penuh milik Allah bukan Para Nabi maupun Rasul apalagi kita sebagai seorang yang awam, dan Allah yang menghendaki siapa yang diberi petunjuk dan siapa yang tidak.
“Sesungguhnya kamu tidak dapat memberi petunjuk kepada orang yang kamu kasihi, tetapi Allah memberi petunjuk kepada orang yang dikehendaki-Nya (QS. Al-Qishashash: 56)
Jadi, untuk apa tangan kita dikotori dengan menyakiti orang lain dan lidah kita memaki dan menghina orang lain yang berbeda keyakinan dengan kita jikalau petunjuk itu di tangan Allah. Seharusnya kita bersikap santun dan lemah lembut dalam berdakwah dan berbuat baik kepada mereka, seperti apa yang ditunjukkan oleh Nabi Muhammad melalui uswatun hasanahnya. Ketika itu Nabi Muhammad sering diludahi oleh orang kafir ketika Nabi hendak menuju masjid. Hampir setiap hari Nabi selalu diludahi, tetapi Nabi selalu bersabar dan bersabar, Nabi tidak pernah membalasnya. Malah, suatu ketika Nabi terheran-heran, kenapa orang yang sering meludahi Nabi kali ini tidak ada. Nabi merasa ada yang aneh. Lalu nabi pun menanyakan kepada tetangga orang yang sering meludahi itu. Tetangga itu menjawab orang yang sering meludahi Nabi ternyata sedang terbaring sakit di rumahnya. Lalu sejurus kemudian Nabi langsung menjenguknya, dan bahkan Nabi lah orang yang pertama kali yang menjenguknya ketika ia sakit. Sehingga orang yang meludahi Nabi pun berkata “Sungguh mulianya akhlak engkau”, dan seketika itu pula ia masuk islam dengan indahnya.
Pernah juga Rasul memberikan contoh bagaimana bertoleransi kepada non-Muslim, pada suatu saat di tengah-tengah perjalanan Rasul dan Sahabat-Sahabatnya berpapasan dengan keranda mayat orang Yahudi yang sedang digotong menuju pemakaman. Kemudian Nabi berhenti dan menghormati mayit orang Yahudi tersebut. Sertamerta membuat para Sahabat heran dan langsung bertanya, “Wahai Nabi, kenapa engkau menghormati mayat itu, padahal mayat itu adalah orang Yahudi”, lalu Nabi menjawab dengan santainya, “Dia juga manusia kan”. Subhanallah akhlak Nabi sebegitunya hebat dan mulianya, tetapi kenapa ada sebagian kelompok orang yang belum mengerti cara bertoleransi terhadap agama lain. Atau mungkin mereka belum tau, entahlah.
Subhanallah itulah pelajaran bagi seorang pendakwah. Seorang pendakwah haruslah memiliki sikap dan sifat yang lemah lembut dan sopan. Bukan beringas seperti yang ditunjukkan sebagian kelompok tertentu yang lebih mengandalkan fisik ketimbang kesopanan dan kenyamanan. Menurut penulis, perbuatan demikian bukan lah malah akan menyentuh orang yang sedang ia dakwahi, tetapi mereka akan semakin menjadi-jadi.
“Tidak ada paksaan untuk (memeluk) agama islam, sesungguhnya telah jelas jalan yan benar daripada jalan yang salah (QS. Al-Baqarah: 256)
“Dan janganlah kamu memaki sembahan-sembahan yang mereka sembah selain Allah, karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melampaui batas tanpa pengetahuan.” (QS. Al An’am: 108)
Dari, dua ayat di atas sudah jelas bahwa bagaimana kita cara berdakwah, pertama tidak ada ada unsur paksaan, dan yang kedua jangan sekali-kali kita melakukan penghinaan terhadap tuhan-tuhan mereka, apalagi hingga perusakan, perusuhan, dan juga menghancurkan, perbuatan itu sudah melebih kapasitas yang seharusnya. Mencaci saja tidak boleh apalagi sampai-sampai membunuh mereka.
Kemudian, cara amar maruf nahi mungkar tingkatan terakhir adalah dengan hati. Jika kita tak memiliki kekuasaan dengan tangan dan tak memiliki hak untuk berkata, maka cukuplah dengan hati atau doa. Dengan hati kita mengingkari perbuatan tersebut dan sangat tidak setuju dengan perbuatan tersebut sambil berdoa agar mereka diberi petunjuk oleh Allah Swt.. Biasanya tingkatan ini dimiliki oleh kebanyakan orang, dan ini juga merupakan perbuatan ibadah yakni beramar maruf nahi munkar dan ketiga golongan ini (Beramar maruf nahi munkar dengan tangan, lisan, dan hati) termasuk ke dalam umat yang baik, seperti apa yang digambarkan dalam firman Allah.
"Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf (kebaikan), dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah." (QS. Ali Imron: 110)
Begitulah yang harus dilakukan. Jangan sampai kita beramar maruf nahi munkar tanpa ilmu bagaimana beramar maruf nahi mungkar yang baik dan santun. Bahkan Nabi pun sangat menghotmati pemeluk agama lain. Jadi sudah seharusnya jika kita pengikut Nabi dan para sahabatnya maka kita pun harus melakukan apa yang dilakukan oleh Nabi dan para sahabat-sahabatnya tersebut. Oleh karena itu jadilah orang Islam secara kaffah dan memahami Islam secara komprehensif tidak setengah-setengah apalagi jika Islam hanya menjadi kedok semata, naudzubillah tsumma naudzubillahi min dzalik.
Oleh: Adi Nurseha
Data Diri Rosa Rahmania
Nama Lengkap
Rosa Rahmania Putri
Panggilan
Rosa, Ocha, Nia
TTL
Bondowoso, 28 Mei 1991
Jabatan Website
Penulis
Alamat
Jln. H.O.S. Cokroaminoto Gg. Rantai Mas RT 8 RW 2 No. 58B, Kademangan, Bondowoso, Jawa Timur, 68217
Hobby
Membaca, Menulis, Life Observer, ^_^
Email
rosa_rahmania@yahoo.com
Facebook
facebook.com/rosa.rahmania
Motto
Do the best!
Pendidikan
1. SDN Kejayan 1 (1997-2000)
2. SDN Dabasah 1 (2000-2003)
3. SMPN 1 Bondowoso (2003-2006)
4. SMAN 2 Bondowoso (2006-2009)
5. Universitas Jember prodi S1 PGSD (2009-sekarang)
Data Diri Yopi Megasari
Nama Lengkap
Yopi Megasari
Nama Panggilan
Opi
Tempat, tanggal lahir
26 Juli 1991
Alamat sekarang
Cipanteneun, Desa Licin Kec . Cimalaka Kab. Sumedang
Hoby
Membaca, Denger musik
Email
viemega@ymail.com
Facebook
viemega@ymail.com
Motto
Gaul Tapi Syar’i
Pendidikan:
SDN Licin
SMPN 1 Cimalaka
SMAN 1 Cimalaka
LPK CSI
Data Diri Moes Arsyil Ramadhan Afrilla
Nama
Moes Arsyil Ramadhan Afrilla
TTL
Kalimantan Barat, 14 April 1989
Jabatan
Penulis
Saudara Kandung
Kusnadi, Sukardi, Nurul Huda
Saudara Angkat
Muhammad Irwan, Sri Hazlinda, Syahrony
Orang tua Kandung
Muhtar bin Majid, Banun binti H. Rasit
Orang Tua Angkat
H. Zainul, Hj. Hafsah
Sahabat
Wahyu Pratomo, Yuniar Syahwadi, Firdaus Sijabat
Pendidikan
01. Madrasah Swasta Mentebah
02. SDN Mentebah
03. SMP Karya Bhakti Swasta Mentebah
04. Madrasyah Aliyah Putussibau
05. Universitas Panca Bhakti Pontianak
06. Universitas Terbuka
Aktifitas
Wirasusahawan (Pedagang Sembako, Rental Kaset, Toko Baju, Melayani Pesanan Pakaian untuk Anak Baru Sekolah, Pesanan Pakaian Distro, dan Bisnis Sarang Walet)
Data Diri Ana Falesthin Tahta Alfina
Nama Lengkap
Ana Falesthein Tahta Alfina
Panggilan
Ana atau Fina
Jabatan di Website
Penulis
TTL
Sampang, 13 Agustus 1989
Alamat Asal
Pon – Pes Nurul Hidayah Jl KH Dauri Munir no. 02 Omben Sampang Madura 69291
Nomor Handphone
085284662138
Alamat Sekarang
Wisma Nabila Pavilliun Dahlia, Babakan Tengah 44 Dramaga Bogor 16680
Hobby
Membaca, Menulis, Observasi Benda Langit, Desain Grafis, Kaligrafi, dan Fotografi.
Email
Tahtaalfina@ymail.com
Facebook
Anafalesthein_TA@yahoo.com
Motto
Khoirunnas Anfa’uhum Linnas
Kutipan Favorit
Dengan putus asa semuanya akan berakhir, dan tanpa keyakinan apapun tak bisa dimulai.
Paling Disukai
Warna biru, semua tentang langit terutama terkait dengan bintang, kucing dan lumba-lumba.
Pendidikan
01. 1995-1996 (RA Nurul Hidayah)
02. 1996-2000 (MI Nurul Hidayah)
03. 2000-2004 ( (MTs Nurul Hidayah)
04. 2004-2007 (MA Perguruan Mu’allimat Cukir Jombang)
05. 2007-Sekarang (Departeman Fisika FMIPA IPB)
Data Diri Adi Nurseha
Nama
Adi Nurseha
Jabatan Website
Pendiri Website dan Admin
TTL
Cirebon, 28 Mei 1988
Alamat Mesir
Mahattah Game’, Build 51/02, Swessry B, District 10th, Nasr City Kairo
Alamat Indonesia
Jln. Imam Bonjol Kp. Gardu Sawah Rt. 04 Rw. 01, Ds. Kali Jaya, Kec. Cikarang Barat, Kab. Bekasi
Hobi
Futsall, Menulis, Membaca, Organisasi, Nonton Film dan Bulutangkis
Email
Adz_dzikriii@yahoo.co.id
Alamat Facebook dan Tweeter
Adz_dzikriii@yahoo.co.id
Riwayat Pendidikan:
01. TK. Nurut Taqwa Bekasi (1993-1994)
02. SDN. Kali Jaya 06 Bekasi (1994-2000)
03. MTs. Al-Ma’mur Bekasi (2000-2003)
04. SMA. A Wahid Hasyim PP. Tebuireng (2003-2006)
05. Universitas Al-Azhar Kairo 2006-Sekarang
Pengalaman Organisasi:
- Keluarga Pelajar Jakarta-Mesir (KPJ)
01. Dept. Minat dan Bakat 2007
02. Koord. Minat dan Bakat 2008-Sekarang
03. Ketua Panitia One Week With KPJ 2008
04. Ketua Panitia ORMABA 2007
05. Bagian Acara Isra’ wal Miraj 2006
06. Ketua Panitia Latihan Dasar Kepemimpinan 2007
07. Bagian Acara Jakarta Event VI 2009
08. Bagian Acara SPAT IV 2007
09. Koord. Marawis Putra dan Putri KPJ 2008-2009
10. Ketua Satu KPJ 2009-2010
- Pon Pes Tebuireng Jombang:
01. Dept. Pendidikan Komplek ‘N’ Nahdliyyin 2004
02. Koord. Pendidikan Komplek ‘N’ Nahdliyyin 2005
03. Ketua Umum Komplek ‘N’ Nahdliyyin 2006
04. Koord. Keilmuan KISS (Kajian Islam Santri SMA) 2005
05. Dept. Pendidikan KSHC 2005
06. Koord. Pendidikan KSHC 2006
07. Ketua Panitia Peringatan Hari Besar Islam 2005
08. Ketua Panitia Dialog Umum KISS 2005
- Tebuireng Center Mesir (TC):
01. Koord. Pengembangan Intelektual 2007
02. Dept. Pembinaan Intelektual 2008-2009
03. Ketua Dua TC 2009-2010
- Pengurus Cabang PCINU Mesir:
01. Bendahara Marhalah Subulana 2006
02. Lembaga Dakwah 2008-2010
- Lain-lain:
01. Ketua Panitia 17 Agustus dan Malam Anugrah Kampung Gardu Sawah 2007
02. Sekretaris ORMABA (Orientasi Mahasiswa Baru) PPMI (Persatuan Pelajar dan Mahasiswa Indonesia di Mesir)2009
03. Dept. Humasy Marhalah ISBAT 2006
04. Bagian Acara ISBAT EXPO 2006
05. Ketua Panitia 1 Muharram PRIMA (Persatuan Remaja Islam Mushalla Ash-Shidiqiyyah)
06. Koord Acara Maulid Nabi Muhammad SAW PRIMA 2011
Senin, 14 Februari 2011
Pemuda Mesir yang Baik itu!
Sore itu aku bersemangat sekali untuk setoran hafalan al-Qur’an kepada syeikh Samir, beliau adalah sang pemilik flat yang sekarang aku dan teman-teman tinggal di dalamnya, beliau sangat baik sekali kepada teman-teman dan aku tentunya, beliau sangat perhatian dan bahkan selalu memberi nasihat kepada aku dan teman-teman. Aku semangat, karena hari ini hafalanku rada bagusanlah dari pada yang kemarin, karena sebelumnya yaitu ba’da dzuhur, aku menghafalnya penuh dengan konsentrasi, sehingga waktu satu setengah jam untuk menghafal tidak terasa sama sekali.
Ashar aku harus sholat di masjid Nurul Huda, tempat syeikh itu berjama’ah, ba’da sholat, aku harus setoran kepada beliau. Selesai lah sudah sholat ashar, kemudian setelah jama’ah mulai sepi karena sudah kembali ke aktivitasnya masing-masing, tiba-tiba syiekh berdiri, dan menatapku, kemudian tangan beliau melambai-lambai ke arah ku, “ta’al ta’al” (kemari, kemari), akhirnya aku pun menuju syeikh, kemudian syiekh itu mengenalkan aku kepada pemuda mesir yang bernama barokat, beliau sangat baik dan juga murah senyum.
Aku baru ingat, bahwa kemarin syiekh sempat bilang, bahwa akan ada seoarang pemuda yang akan memperbaiki keran di kamar mandi flatku yang sedang bocor, memang akhir-akhir ini syeikh sering mengunjungi ke flatku, hanya sekedar melihat-lihat, dan ternyata ada keran air yang bocor, bukan hanya satu keran air saja yang bocor, tetapi tiga sekaligus. Bukannya aku dan teman-teman enggan untuk memperbaikinya, tetapi kami sudah memanggil muhandis (orang yang ahli) dalam masalah kamar mandi, tetapi hasilnya nol persen, padahal kami sudah membayarnya 20 pound, memang sih pertama tidak bocor, tetapi setelah seminggu berjalan, apa yang terjadi, malah bocor lagi, sehingga kami pun membiarkannya. Sehingga pada akhirnya syeikh pun turun tangan dengan memanggil pemuda itu untuk memperbaiki kamar mandi di flatku.
Akhirnya kami berdua menuju ke flat ku yang tidak begitu jauh dari masjid Nurul Huda, sesampainya di flat, beliau (barokat) langsung dengan sigapnya membetulkan keran ku yang bocor, beliau nampaknya sangat bekerja keras sekali, maklum keran yang sedang di perbaikinya termasuk besi yang sudah karatan dan lawas kelihatannya, sehingga membutuhkan tenaga yang ekstra untuk memperbaiki keran yang bocor itu.
Beliau sangat berusaha, tetapi setelah aku perhatikan beliau kebingungan mencari kunci inggris yang cocok, lalu tiba-tiba beliau berkata kepada ku, “Ya akhi, muftah laisa jayyid” (wahai saudaraku, kunci inggris sudah tidak baik kondisinya), aku tertegun mendengarnya, karena sudah tidak ada kunci inggris lagi di rumahku, itu saja pinjaman dari syiekh, “ya akhi, hadza muftah min syiekh, ana misy ‘indi al-ukhra” (wahai saudaraku, kunci inggris ini dari syiekh, saya tidak mempunyai selainnya).
Akhirnya ia pun izin denganku untuk mengambil kunci inggris di flatnya, yang cukup jauh dari lokasi flatku, akhirnya aku pun memutuskan untuk menemaninya, setelah sesampainya di flat Barokat, ternyata kunci inggrisnya dipinjam oleh salah satu temannya, di sebuah toko yang bernama Tawhid wa an-Nour, salah satu toko baru di kawasan Hayy ‘Ashir, toko itu merupakan cabang dari toko pusatnya yang terkenal, yaitu terletak di daerah Maqrom ‘Abid, akhirnya kami dengan sigapnya pun pergi bersama menuju toko Tauhid wa an-Nour itu.
Setelah mengambilnya, sejurus kemudian, kami melangkah ke flatku dan ia pun langsung memperbaiki keran kamar mandi flatku yang bocor, dengan sigap dan tangkasnya, ia pun dengan cepat langsung memperbaikinya, setelah itu ia bertanya kepadaku, “Haga taniyah?” (Ada lagi yang perlu diperbaiki?), langsung ku jawab dengan jawaban yang singkat, “Kholas ba’ah, dih bas” (Sudah dulu, ini saja). Akhirnya beliau pun tersenyum kepadaku, dan aku pun demikian tersenyum kepadanya, karena sudah sangat baik kepadaku bahkan ia rela berkorban demi orang yang baru dikenal olehnya.
Ia adalah seoarang mahasiswa al-Azhar jurusan perdagangan, ia ahli dalam memperbaiki kamar mandi, karena pada waktu kecilnya sering memperbaiki kamar mandi di rumahnya yang terletak di Muhafadzoh, sehingga ia pun bisa dan ahli dalam memperbaiki keran yang bocor.
Kemudian ia izin pulang, karena ia pun harus ada acara di lain tempat, aku pun sangat berterima kasih kepadanya, bahkan ketika aku tawarkan untuk makan dan minum-minum teh, ia menolaknya, ia buru-buru katanya, akhirnya hanya ucapan terima kasihlah yang mampu aku ungkapkan kepadanya, “Syukron awi ya barokat”
Minggu, 13 Februari 2011
Tentang Kami
Keindahan dan kesejukan mewarnai Hamba-Hamba Allah yang mabuk dalam genggaman RahmatNya, menyusun bait-bait keindahan yang tak ada habisnya bertumbuhan di muka bumi.
Begitupun dengan Hamba Allah yang sedang jatuh cinta di pelaminan ilmu-ilmu Allah yang tak terbatas dan sungguh hebat kewibawaannya, sampai-sampai tertegun dengan keluasan ilmuNya
Dengan site yang usung dan sederhana ini, yuk kita sama2 meraih kenikmatan dan kesemarakan ilmu Allah itu. Semangat!!!
Cinta yang Buta vs Cinta yang Melihat
Rasa cinta di dalam hati kadang kala membuat kita lupa akan segala hal yang ada dikenyataan kita, kadang pula kita memaknai cinta sebagai hal yang lumrah dan wajar bagi kita. Tetapi pada hakikatnya cinta adalah rahmat dari Allah SWT. dan merupakan salah satu nikmat-Nya yang paling besar bagi diri kita sebagai seorang hamba Allah SWT. oleh karena itu jagalah cinta, jangan sekali-kali engkau nodai cinta yang suci ini wahai Bani Adam. Dan jagalah ia jangan sampai hilang di telan oleh lumpur hidup yang siap menelan kapan saja
Rasa cinta ada pada hati setiap manusia, hewan, bahkan tumbuhan sekali pun. Seandainya makhluk Allah SWT. selain Bani Adam bisa berbicara mungkin ia akan berkata “Aku mencintaimu”, kata cinta ini sungguh sangat fenomenal dan luar biasa efeknya. Dengan kata cinta orang bisa menangis, dengan kata cinta orang bisa bahagia, bahkan karena cinta nyawa pun hilang.
Ketika rasa cinta meresap ke dalam hati yang masuk melalui pori-pori tubuh sehingga buluk kuduk pun berdiri tegak, dikarenakan hebatnya perkataan cinta maka kita pun akan terperana dengan kehebatan kata cinta itu. Itulah fenomena yang terjadi ketike seoarang jatuh cinta.
Orang yang sedang bercinta akan merasakan indahnya dunia ini, sehingga ada jargon “dunia hanya milik berdua”, kata-kata ini mungkin bisa dikatakan lucu bagi sebagian orang, karena kata ini mustahil terjadi, tetapi bagi orang yang sedang jatuh cinta maka semuanya bisa terjadi walaupun pada hakikatnya tidak akan terjadi. Hal ini berkaitan langsung dengan jargon “cinta itu buta” kata ini di satu sisi mendukung adanya kata “dunia hanya milik berdua” tapi di sisi yang lain perkataan “cinta itu buta” sebuah ungkapan yang mengarah negatif, artinya kenapa dia mengatakan dunia milik kita berdua? karena dia buta, tetapi buta di sini dalam tanda kutip yaitu buta karena cinta yang semu.
Lalu cinta apakah yang dapat melihat tetapi dunia milik kita bersama? Jawabannya mahabbah fillah (cinta karena Allah).
Inilah konsep cinta yang sesungguhnya, inilah konsep cinta yang kekal, inilah konsep cinta yang abadi, dan inilah konsep yang akan menolong kita dari kengerian hari kiamat. Karena mahabbah fillah adalah salah satu tanda orang yang mendapatkan naungan pada hari kiamat ketika tidak ada naungan kecuali naungan Allah.
Oleh karena itu, kita mencintai sesuatu apapun baik kekasih, guru, sahabat, teman, orang tua, hewan peliharaan dan lain sebagainya hendaknya dikarenakan Allah SWT, agar cinta kita itu di nilai ibadah. Bukan kah niat itu sangat berpengaruh dalam perbuatan kita apalagi kita sebagai manusia yang di ciptakan oleh Allah SWT. untuk beribadah oleh karena itu agar semuanya ibadah diniatkan kerena Allah SWT. inilah yang di sebut dengan mahabbah fillah (cinta karena Allah)
Jikalau cinta sudah di rasuki oleh kata “karena Allah” maka sungguh nikmat dan begitu syahdunya. Apalagi cinta ini dimaksudkan mencintai makhluk Allah SWT. yang sudah barang tentu fana yang tidak kekal, maka kita pun akan berpisah dengan sesuatu yang kita cintai itu karena ada sebuah perkataan “ada pertemuan dan pasti ada perpisahan”, tetapi bagi orang yang sudah di rasuki oleh kata “karena Allah” maka ia tidak akan kecewa dan tidak akan menyesal yang berlarut. Cinta yang dikarenakan Allah SWT. akan memegang prinsip “cintailah kekasihmu jangan berlebihan” karena cinta yang hakiki dan yang sebenarnya adalah cinta kepada penciptanya.
Apalagi di tambah dengan kata-kata “dunia milik bersama” , sungguh indahnya muslim, kita di perintahkan untuk saling menasihati dan saling mengingatkan, karena dunia ini milik kita bersama yang menjadi sarana mengumpulkan bekal yang banyak untuk perjalanan yang jauh, lebih jauh lagi dari pada perjalanan dari bumi ke planet pluto. Bersyukurlah wahai Muslim dan Muslimah.
Marilah untuk merubah konsepsi kita dari cinta buta yang milik berdua kepada cinta yang melihat yang milik bersama, karena alangkah indahnya saat hati ini melihat dan mengajak bersama-sama untuk menuju surga-Nya Allah SWT. yang kekal dan Abadi.